Sunday, 19 October 2025

BROUGHT TOGETHER BY AN ALGORITHM

 

An Indonesian woman and a Turkish man met by chance on a dating app. The woman, a Taurus, was labeled an extrovert by her personality test though deep down, she felt more like an Otrovert.


“Taurus like to discover
, cute, talkative, and kind,” said the Turkish man, a Scorpio, two weeks after their first conversation. He thought she looked younger than her age.

Their talks began with light topics, jokes, and bits of playful flirting, gradually unfolding into more personal stories that are usually hard to share. Taurus appeared mature and spoke calmly about being eight years older. She believed they could never be more than friends, given the age difference and distance. Scorpio agreed.

Yet, in a short time, they grew closer. Taurus asked about his family, his daily life things often unseen by the outside world. She was impressed when she found out Scorpio could write poetry in just ten to fifteen minutes, as if it were effortless.

The man, with hazel eyes, curly brown hair, and a height of 170 cm, was used to restraint an introvert with a touch of narcissism. Still, he couldn’t deny the sudden sense of comfort that surrounded him. He began asking back about the films Taurus watched, about the rain she loved. Small things, yet deeply meaningful for two people separated by borders.

When the rain finally came, Taurus recorded a short video and sent it to him proof that she hadn’t lied. Scorpio admired the way she expressed herself, calm, attentive, honest, and endlessly talkative. Taurus, in turn, was fascinated by Scorpio’s mysterious aura, as if he carried a small world inside him and allowed her only a glimpse.

 

https://tamindoglass.com/blog/kaca-jendela-berembun-perbaiki-atau-ganti/

  

Sometimes, emotional intimacy grows without agreement. Scorpio felt seen, accepted something he rarely experienced. Then came the pattern, disappearing for four days, returning for one, as if to make sure she was still there. Taurus neither complained nor demanded. She greeted each return with a soft smile. She knew well the breadcrumbing game being played by the queen of drama. Not because she was used to it, but because, in some moments, she saw herself reflected in Mr. Hazel her nickname for him.

“Hey,” a message appeared in Taurus’s direct messages.


Perhaps Scorpio didn’t realize that it was her calmness that drew him in even more. When the closeness began to scare him, he pulled away not out of hatred, but fear of losing control.

One day, Scorpio posted his IQ test results the same test Taurus had asked him to take on his Instagram story. Taurus saw it but didn’t comment.


“Why just seen?” he asked curiously.
“I know you’re smart,” she replied confidently.


That simple answer silenced him. He added quietly, “No, I’m not.”
Maybe he wanted praise, but Taurus didn’t flatter him. It wasn’t empty admiration and somehow, that made him feel completely exposed.

Days passed. Scorpio slowly withdrew. His replies became delayed, then stopped altogether. Taurus didn’t chase him. She knew someone like him needed space, not pressure.

Two weeks later, Scorpio blocked her on the app where they first met. Taurus stared at her phone screen in silence.

Time went on.
Scorpio still viewed her Instagram stories, occasionally leaving a like as if to make sure she was okay. Taurus let him. A month later, he removed her from his close friends list and hit unfollow. Taurus understood and did the same calmly, without pain. Not out of indifference, but respect for someone fighting his own silent battle.

 

https://ceritariyanti.wordpress.com/2024/07/21/pesona-tulip-dan-sakura-di-negeri-ottoman/

 

They walked different paths but carried the same pause within them a quiet space where each other’s names still passed by gently, without anger. 

They did not end up together. Just a moment to remember, in messages never deleted, and in a feeling that didn’t need to be possessed to remain real.

Friday, 14 March 2025

ITU HARUS KAMU

Sudah enam bulan berlalu...

"aku baik-baik saja" kata Misha meyakinkan diri sendiri. Ia meyandarkan punggungnya pada daun pintu kayu sambil mengesap kopi hitamnya lalu melempar pandang ke luar kamar.

Pagi itu seperti biasanya ia memainkan play list pada hp androidnya memutar lagu dari grup band kesukaannya NOAH.

"Maka izinkanlah aku mencintaimu...atau bolehkah aku sekedar sayang padamu" 

Misha bersenandung penuh perasaan, saking menghayati musik yang di dengarnya ia hampir lupa menyeduh bubuk minuman sereal itu dengan air panas yang telah direbusnya namun, ia tidak lupa atas kesempatan hidup kedua kali yang ia peroleh setelah kecelakaan di masa lalu.

Kembali melirik jam tangan yang sudah 3 tahun belakangan ini melingkar pada pergelangan tangan kirinya. Jam tangan dengan strap coklat, Alba. Merk jam tangan itu cukup terkenal di dunia perkantoran. Pada saat itu jarum jam menunjukkan pukul 07.30 WIB. 

Misha lekas meraih handuk, mengabaikan sarapannya, ia pikir masih sempat memakan roti dengan selai coklat itu sebelum ke kantor. Ia sudah hapal betul jadwal mandi penghuni kos putri itu. Kos itu terdiri dari empat bilik. Bilik pertama sebagai penghuni terlama  dengan no kamar 3 seorang PNS yang bekerja di Kemendes, gadis bandung itu baik hati, namanya Indah. Indah selalu mengangkat sepatu yang kujemur pada  bantalan dinding beton pada balkon kos itu, ketika hari akan hujan, dan aku belum pulang.

Akhir-akhir ini aku pulang terlambat selalu menjelang isya baru sampai dikosan. Beruntungnya Ibu kos tidak pernah mempermasalahkan hal tersebut karena baginya yang terpenting adalah uang kos tetap dibayar.

Bilik kamar dengan nomor 4 ditempati seorang wanita sunda yang tidak begitu ramah, aku pernah menegurnya karena dia cukup jorok tidak membuang sampah pada tempatnya. Aku tidak suka wanita yang malas bersih-bersih minimal kamu membersihkan kamarmu sekali dalam seminggu, entah mengepel ataupun hanya sekedar menyapunya, karena kamar yang hanya berukuran 2,5 x 3 meter persegi itu tidak dilengkapi jendela. Tak ada satupun lubang udara disana, hanya pintu kayu dengan tinggi 210 cm, bisa dibayangkan betapa pengapnya, hanya kipas angin yang selalu menjadi penolong ketika malam hari menyambut. Oh ya gadis itu bernama Vina.

Lanjut ke bilik kamar bernomor 2, masih orang sunda, gadis ini juga sangat ramah, dia kerap kali tersenyum ketika kami berpapasan entah saat aku sedang mencuci baju, atau sedang mengambil makanan yang diantar oleh go food ke lantai 1. Dia bekerja sebagai sales kosmetik yang tidak jauh dari lokasi kos yang kami tempati. Namanya Ika, aku sering mendengar ibu tukang setrika yang menyetrika baju keluarga pemilik kosan menyapanya dipagi hari sebelum berangkat kerja.

Dan tentu saja aku penghuni kamar nomor 1. Benar saja sarapan pagiku masih sempat kuhabiskan. Aku bisa menitip pada teman kantor untuk membelikanku. Aku tau dia pasti akan membelikan sarapan untukku walaupun tanpa kuminta. Sudah sebulan ini bubur ayam bertengker di atas meja kerjaku.

Setelah menyetting go transit dengan rute termasuk go ride yang standbye mengantar hingga stasiun kereta api. Pukul 08.30 tepat aku telah berada dalam comuter line rute Duren Kalibata ke Buaran, tentu saja aku harus transit dulu di manggarai. Ramai seperti biasanya di peron manggarai peron 3 tujuan stasiun Buaran. Aku menyandarkan punggung pada pagar besi tak jauh dari peron, sambil memperbaiki topi hitam yang kukenakan. Bunyi suara informasi membawa lamunanku ke tiga bulan yang lalu.

Hari itu hujan deras, seperti biasa di bogor setiap harinya hujan di sore hari dari pukul 15.30 s/d malam hari. Kadang berhenti lebih awal, dan terkadang entah sampai kapan. Hari ini adalah hari ke dua aku di Bogor. Setelah survei lapangan lelaki dengan jaket hitam berkerah itu mengetuk pintu kamarku. Kamar 309.

"Misha kamu udah mandi" Katanya sambil menahan pintu kamarku yang hanya terbuka separuh.
"Ia, maaf lama ya..." Dengan mata menatap cemas
"Nggak masalah, ayo makan, udah waktunya makan malam biasanya kamu telat makan"

 Bagas sudah pasti hapal dengan kebiasaanku yang terlalu fokus ketika bekerja sampai lupa jam makan. Ia paling rajin mengingatkan kadang aku kesal dengan perhatiannya menurutku berlebihan, untung saja aku tidak baperan.

Kami memesan 2 mangkuk mie ayam dan 2 gelas teh hangat. Setelah makan malam kami memutuskan kembali ke hotel. Kami melanjutkan menyelesaikan Perencanaan Madrasah, aku menyusun RAB, dan sesekali merevisi gambar shop drawing yang dibuat oleh Bagas.

"Kalau bukan denganmu aku tidak akan se effort ini menyelesaikan tugas ini, ngapain lembur toh masih ada hari esok" Kata Bagas sambil memandang wajah dihadapannya yang memandang ke layar laptopnya.
"Ia sih, sebenarnya kan kamu bisa tidur, aku tak memintamu untuk mengerjakan ini di kamarku"
"Kalau bukan karenamu aku tidak akan melakukannya, kau tau kan"
"Sudahlah gas, banyak target aku harus menyelesaikan sebelum tahun baru, jadi minus sehari aku bisa freedom"
"Aku sudah segamblang ini, kamu bukan tidak peka, apa kamu mati rasa" Masih menatap wajah dihadapnnya, ia meraih lengan gadis itu menariknya.
Misha terkejut, kini wajahnya tepat berada di hadapan Bagas, mata mereka saling memandang, Bagas memiringkan wajahnya dan lekas melepaskan kecupan. Tapi belum sempat mendarat pada bibir, gadis dihadapannya telah mendorongnya menjauh"
"NO, don't do that" Aku pernah bilang jangan suka sama aku, kita ini teman kerja, kamu taukan aku tidak ingin pacaran" Nada suaranya berubah dingin.
"Kamu tidak bisa melarang orang jatuh cinta, memangnya aku yang menciptakan perasaan ini ?!, kamu pikir aku batu, apa karena teman sekantor jadi menurutmu tidak profesional" Kata Bagas lagi sambil kedua tangannya menyentuh pundak Misha yang telah bersandar di dinding kamar itu"
"KELUAR DARI KAMARKU SEKARANG !!!" Misha menarik menepis jemari Bagas dan menggiringnya keluar kamar.

Tentu saja hari ketiga pelaksanaan survey berlangsung dengan penuh awkward. Ternyata sikap kasar Misha tidak merubah apapun, justru Bagas makin getol lagi mendekatinya.

"Begitulah lelaki Misha, mereka penasaran dan mereka tidak akan menyerah sampai berhasil menaklukan wanita yang mereka suka, sebenarnya si Bagas itu ganteng loh mana dia cerdas lagi, cumlaude type kamu banget gak sih ?!"
"Dia nyaris sempurna, tapi kontrak kita gak lama untuk proyek ini, dia tinggal di Kaltara dan aku akan pulang ke Solo, aku tidak siap untuk LDR"
"Gak kan pernah ada solusi jika tidak pernah dibicarakan", ayolah Mis dia bukan seperti mantan kamu yang mudah suka pada semua wanita bahkan belum bertemu sekalipun, dia bukan seperti mantan kamu yang profilnya shalat 5 waktu tapi suka ngajakin anak orang ke tempat gelap"
"Dia bukan mantan aku, aku tidak berpacaran dengannya, dia hanyalah pembohong yang banyak memakan korban" Akupun tidak membencinya. Semoga dia baik-baik saja, aku hanya membenci diriku sendiri yang pernah percaya, sudahlah semua sudah lewat, aku tau tidak semua pria sama, sebenarnya aku menyukai Bagas, tapi aku masih trauma"
"Kau harus memberinya kesempatan" Ingat orang yang tepat tidak akan datang untuk kedua kali, jangan sampai kamu menyesal setelah kehilangannya yang sudah memperjuangkanmu"

Malam Tahun Baru 2024 menjelang tahun 2025

 



Jam dinding menunjukkan pukul 20.00, kami masih sibuk mengeprint laporan bulanan dan laporan final yang akan di submit ke kementerian pusat. Sejak sejam yang lalu Ara bersenandung mengganggu untuk mengingatkan rencana makan malam kami di Taman Impian Jaya Ancol sambil menunggu perayaan kembang api. Dalam perjalanan ke TMI aku menggunakan comuter line yang akan turun di stasiun ancol. Dompet ara tertinggal sehingga dia akan menyusul bersama Riza, drafter lulusan ITB yang telah seminggu bergabung di perusahaan kami. Seorang teman lain telah tiba di anjungan ancol.

"Misha udah nyampe mana?" Sambil memperbaiki posisi earphone pada telinga kanannya
"Tadi macet parah eru, sejaman baru sampai di stasium manggarai, mungkin 30 menit lagi"
"Anak-anak udah ada yang bakar kembang api"
"Ia biarin aja yang penting aku datang"
"Ok be careful ya say"

Ketika aku sampai di lokasi tempat kami janjian di depan resto apung yang tidak jauh dari panggung tempat konser, seorang lelaki dengan parfum familiar rupanya telah menunggu disana.

"mmmm....mana yang lain" Kataku sambil berjalan mendekati pijakan lelaki itu"
"Ia nih anak-anak pada rese, tadi eru bilang katanya sakit perut jadi dia bilang mau cari obat sakit perut dulu"

Aku paham sepertinya malam ini telah di setting untuk pertemuan ini, pantas saja Ara aku hubungi bilannya gangguan sinyal.

"Eh, Misha ini buat kamu" sambil menyerahkan buket mawar merah dan selembar kertas yang terselip diantara bunga itu"

"Makasih, bunganya cantik banget, tapi Bagas darimana kamu tau aku suka bunga mawar" Dari Ara ya...yang cerita?" Tanyaku yakin

"Aku tau, dari 15 tahun yang lalu aku sudah tau" Menatap lurus wajah di depannya

"Ngaco 15 tahun yang lalu ?! Kita kan baru ketemu beberapa bulan yang lalu di Kota ini" Kataku bingung

"yah....aku bersyukur karena allah mempertemukan kita, ternyata pilihanku bergabung di project ini mungkin sudah takdir Allah", oh ya coba buka kertas pada bunga itu. Sambil menunjuk yang dimaksud.
Misha membuka lipatan kertas A4 itu dan terkejut atas apa yang dilihatnya
"ini....inikan sketsa tangan aku" Sambil menunjukkan sketsa pensil Kota Tua. "Jadi kamu anak lelaki yang menyelamatkan aku dari kecelakaan itu"

"Akhirnya kamu ingat Misha, 15 tahun lalu itu hari ulang tahun kamu kan. Malam itu kamu keluar dari Kaizen Cafe, dengan membawa sebuket bunga mawar dan sketch book, aku tidak tau kenapa sebabnya tapi yang aku sadari pipimu basah berurai air mata dan tanpa pikir panjang kamu berlari ke arah jalan raya...."

Malam itu sepulang dari Kota Tua Misha bermaksud menemui calon suaminya pada cafe tempat mereka berjanji untuk bertemu, setelah ia menerima buket bunga yang dikirim ke rumahnya. Ia datang sejam lebih awal dan menemukan bahwa calon suaminya berciuman dengan wanita lain di pojok koridor cafe.
Misha tidak pernah tau lelaki yang menyelamatkannya, karena setelah mendonorkan darahnya Bagas berangkat ke Jogja karena hari itu Ayahnya meninggal dunia.

"Terlepas dari kejadian kecelakaan itu, aku sayang kamu misha aku serius, maksudku mungkin aku terlalu naif berharap kamu mau menikah denganku, mungkin kamu belum siap, tapi aku mau menunggu itu, bahkan jika kamu menolakku...

Misha meletakkan jari telunjuknya ke bibir Bagas, seraya memintanya untuk berhenti
"Aku mau Bagas, dia hanya masa lalu, aku juga tau ini berat buat kamu berusaha tegar di hari ini bahkan kamu memberiku bunga, kalau bukan karenamu aku tidak akan hidup sampai hari ini" Matanya berkaca-kaca sembari menyentuh lembut jari tangan kanan Bagas

Hari ini 25 Mei 2025
setelah Bagas selesai memasangkan cincin di jari manis tangan kanan Misha.
MC mendekat ke arah pembelai wanita dan menyerahkan mic.

"Don't listen don't judge, Bagas, kamu tau gak sebenarnya aku berani janji sama mama untuk menikahi pria yang telah menyelamatkanku, karena aku tidak percaya aku akan bertemu pria itu lagi"
Bagas tertawa terbahak-bahak mendengar pengakuan Misha diikuti dengan para hadirin di acara tersebut
"Misha, aku tidak begitu menyukai hiking, aku lebih suka diving...tapi kalau bukan denganmu, maksudku itu harus kamu maka aku melakukannya" Bagas mendekatkan wajahnya ke arah Misha lalu mengecup kening gadis itu..sambil berbisik "Mine Only" Kata Bagas Yakin.


 

 

 Kalau kita tidak beruntung pada suatu hal yang kita inginkan.
Mungkin saja kita beruntung pada banyak hal yang justru orang lain inginkan.
Terkadang kita hanya perlu sedikit lebih sabar dan bersyukur dengan apapun yang ada di depan kita.
Bukan terus menyalahkan diri sendiri apalagi keadaan.


Copas Mr. S. Thank you so much quotenya Menyala abangku....wkwkwkk !!!!

Akhirnya nulis fiksi lagi edisi 2025



 

 

Saturday, 13 July 2024

GOODBYE BABY FROG

Namaku Ganda Suharso
Aku alumni di Fakultas Teknik Jurusan Planalogi Angkatan 2002

Banyak makanan yang tidak kusukai seperti kaledo, bubur, ataupun terong, terkadang akupun tidak mengerti dengan diriku sendiri mengapa banyak makanan yang tidak kuminati. Tapi aku memakannya. Yah…ia membuatku memakannya. Aku menggilainya dan ingin melakukan apapun yang membuatnya senang. Tetapi ia juga yang membuatku kecewa, aku tidak tahu apa ini yang disebut dendam, yang kuyakini ia telah berhasil melukai hatiku. 

Ini malam minggu, aku tak peduli jangankan videocall, menelponpun aku malas, tidak, tidak lagi mengirimkan pesan padanya. Sebenarnya aku rindu pada senyumnya, suaranya, manjanya dan semua hal tentangnya tetapi aku berpikir ia membenciku setelah kelakuanku padanya. Aku sedikit puas menipunya. Malam itu… 

“Gan boleh gak aku hutang ma kamu?”
 “Maaf ta aku sedang diperjalanan bersama wawan” 
“Bisa ta, berapa?” 
“2 Juta Gan, soalnya uang direkeningku tinggal untuk biaya makan, transport, dan paket data”

“Bisakah gan?, maaf merepotkan, kalau tidak bisa tidak apa-apa, saya tahu kamu juga sedang susah”.
“Bisa ta, aman Ganda belum pakai uangnya” 
“Bisa besok ganda transfer ta?, kalau tidak sempat malam ini” 
“Bisa gan, rencananya hari minggu pakai uangnya” 
“Kalau malam ini pulang cepat ganda usahakan transfer uangnya ta” 
“Ia, maaf merepotkan gan, nanti gajian bulan agustus langsung saya bayar, saya janji suatu hari saya akan membalas kebaikanmu”
“Ganda juga senang bisa membantu nata”
“Maaf mengganggu waktumu gan, aku kalau gak kepepet gak ngechat gan”
“Nata sama sekali tidak mengganggu Ganda, ganda senang chatan dengan nata”

Keesokan harinya…pukul 07.28 
“Gan, info kalau sudah TF ya, soalnya saya di kantor hanya sampai jam 17.00, nanti nariknya di foodcourt kantor” 

Pukul 12.30 aku membalas pesannya...
“Ta kirim no rekeningmu”
“Nanti Ganda info kalau sudah transfer” 

Aku tahu ia menunggu transferku di kantor, tapi biarlah dia merasakan bagaimana ditipu, seperti ia dengan mudahnya menolakku. Hingga sabtu malam aku tidak mentransfernya uang tersebut, diapun tidak menanyakan lagi perihal uang tersebut, mungkin ia telah dipinjami oleh temannya yang lain, entahlah…, aku tak peduli, aku tidak peduli entah ia bagaimana disana, entah mati, aku tak peduli, seperti ia yang tidak peduli dengan perasaanku. 

Malam minggu aku mengesap rokokku dengan santai seperti biasa aku bebas tidak ada lagi yang membatasi jumlah rokokku, tidak ada lagi yang mengingatkan kesehatanku, aku bebas berkumpul dengan teman-temanku, meskipun sebenarnya aku cukup senang ketika ia memperhatikan, mengingatkanku atas kesehatanku, di masa depan pasti nantinya akan ada lagi yang mengingatkanku. Aku percaya itu.

Disini ramai dan banyak wanita yang lebih darinya, lebih segalanya lebih cantik, lebih baik, dan wanita yang akan menerimaku apa adanya. Wawan mendekat ke posisi tempat dudukku, Ia mengamati wajahku yang nampak serius, sibuk di depan laptop meskipun sesekali nampak melamun. 

“Gan, apa kabar gadis yang sering kau tlp itu?” “Siapa?, oh….teman dekat aja” (Yah, kami memang hanya berteman tidak pernah ada status di dalam hubungan kami, untuk apa menjelaskan tentangnya. Tidak penting). Umpatku di dalam hati. 

Aku teringat dengan teman-teman yang pernah mendapati aku berjalan bersama dengannya dan aku mengatakan bahwa ia adalah pacarku, sebenarnya aku tidak menginginkan hubungan backstreet ini, aku ingin membawanya kemanapun tanpa rasa khawatir jika berpapasan dengan teman-temannya dan teman-temanku. Tapi ia yang tidak ingin hubungan kami dipublikasikan kecuali setelah menikah, yah karena traumanya terhadap mantannya.

Mantannya yang masih dicintainya. Ia kerap kali membandingkanku dengannya, mantannya yang selalu royal padanya, aku yang tidak pernah membelikannya sesuatu, sebenarnya aku pernah membelikannya hadiah untuk ulang tahunnya, karena iapun memberikanku hadiah. 

Masih tentang mantannya yang selalu mengajaknya makan ke tempat-tempat mahal, sedangkan aku hanya mampu membawanya ke mas joko, tempat prasmanan ataupun penjual nasi goreng di tempat kaki lima, awalnya aku berpikir itu tidak masalah baginya, namun akhirnya ia sempat protes juga, mungkin maksudnya selang seling, sesekali aku mengajaknya untuk makan makanan ditempat yang mahal. Ia aku ingat ia mengatakan itu…

Saat ini pagiku…, siangku…, malamku…, masih tentang dia, entah sampai kapan aku tahu ini akan berlalu cepat dan mudah seperti yang sudah-sudah, mereka pergi dan tergantikan. Ini hanya soal waktu. 

Jauh dilubuk hatiku aku masih menyayanginya….tidak egoku mengalahkan itu semua, ia yang tidak memberiku kesempatan, ia menolakku, aku harus segera bangun dari mimpi buruk ini.
 

HARI INI 24 JUNI 2025… 
 
Seharusnya kami menikah setahun yang lalu...aku memandangi angka pada lembaran kalender yang menggantung di dinding yang membawaku ke ingatan masa lalu... 

Baju telah difitting, ia sangat menyukai warna gaun pernikahan itu senada dengan jas yang akan aku kenakan pada hari pernikahan kami. Desain undangan telah diputuskan, konsep acara, tempat, catering, ucapan penutup pada video aesthetic yang telah kami susun, bahkan hingga kemana kami akan honeymoon

Banyak hal yang telah kami rencanakan dengan matang, nama anak, awalnya ia ingin memberi nama anak kami seperti nama studionya, tetapi berubah karena sepupunya kebetulan juga telah menggunakan nama yang sama, aku berencana mengambil unit rumah BTN dan kami sepakat untuk membayar bersama iuran tiap bulannya, ia akan bekerja, akupun bekerja, tetapi aku tidak ingin ia bekerja ketika ia hamil nanti, aku membayangkan tiap hari ia berada disampingku, tidur disisiku, memeluk erat, mengecup keningnya, memandangi wajahnya, membuatkanku bekal ketika bepergian atau perjalanan keluar kota, melihatnya mengajari anak-anak kami, ia sangat mandiri, keras, cerdas, tentu saja ada saat-saat melelahkan bersamanya terkadang karena emosinya, pikirannya, dan lain sebagainya, tetapi aku menyayanginya, ia pernah bertanya padaku mengapa aku jatuh cinta padanya “Aku berkata, tidak ada alasan untuk itu".

Ia sering berkata padaku bahwa ia tidak cantik, bagiku ia manis, aku menyukai sinar matanya ketika kami berjalan-jalan dari satu tempat ke tempat lain, ia sangat menyukai perjalanan, ia akan bosan jika semingguan hanya menghabiskan waktu dirumah, bersamanya aku mengenal banyak tempat baru yang belum pernah aku kunjungi sebelumnya, meskipun ia tidak sebaik afifah yang sering kali mentraktirku makan, ia sempat marah ketika aku menceritakan mengenai gadis seangkatanku yang aku sukai, banyak senior dijurusan kami yang menyukainya, ia cantik dan benar-benar baik, ia marah karena aku berbohong kepadanya bahwa kami hanya berteman kami berboncengan selama setahun dan aku hanya mengganggap afifah teman, karena yang sebenarnya terjadi adalah aku kalah saing dengan senior yang mendekatinya kebanyakan orang berada, sekelas Chaebol (golongan kaya di kota kami), aku mengurungkan niatku untuk menyatakan perasaanku padanya. 

Nata selalu menyemangatiku atas rencanaku untuk pergi ke Australia untuk bekerja di pabrik, ia berkata bekerja di luar negeri dengan usia masih muda sepertiku adalah hal yang membanggakan uang nya jika dikonversi ke mata uang rupiah akan bernilai lebih banyak, dan aku bisa melamar afifah dengan uang tersebut. 

Dia malah memintaku untuk menyatakan perasaanku sebelum menyesal. Pada akhirnya aku akan mempertimbangkan ide itu mengingat nata dan aku yang telah berpisah. 

Perpisahan itu terjadi bermula ketika ayah yang selalu mengundur waktu untuk datang ke rumah orang tua nata untuk melamar, padahal tanggal telah ditetapkan, mahar telah dibuat, cincin telah dipesan, tempat acara, pakaian, dan make up telah dibooking. Ayah beralasan ingin membuat acara syukuran di rumah dengan tujuan agar keluarga tidak menganggapnya tidak mengurus anak, aku sedikit memaksa ayah untuk memberi kepastian kapan untuk datang melamar, jika masih menunda aku ingin melanjutkan pengurusan pernikahan kami yang kira-kira telah mencapai 60%, costum prewedding telah datang, bahkan kami telah melatih pose berfoto, temanku telah beberapa kali menanyakan kapan rencana pengambilan foto akan dilaksanakan. Dan semua rencana itu hancur berantakan ketika aku mengetahui bahwa ayah menggunakan uang sisa untuk biaya lamaran yang berjumlah Rp. 20.000.000 yang kutitipkan padanya untuk kepentingan pribadi dan urusan rumah. 

Dengan kepala yang sakit, seolah akan pecah, memikirkan apa yang akan terjadi ke depan, aku memberanikan diri untuk menyampaikan perihal kejadian tersebut pada nata dan kedua orangtuanya. 

Nata tampak kaget juga, ia tidak habis pikir hal tersebut akan terjadi mengingat tenggat waktu pelaksanaan pernikahan kami sebentar lagi, aku berupaya untuk mencari pinjaman untuk menebus uang kekurangan tersebut, tetapi semua daya upaya yang telah kulakukan tidak berhasil dan aku tidak memperoleh uang pinjaman hingga batas waktu tersebut, aku frustasi karena nata juga mulai menyerah ia berkata mungkin ada hikmah atas kejadian ini semua, mungkin kita memang bukan jodoh, tapi ia tidak membenciku dan masih ingin hubungan pertemanan kami tetap terjaga. 

Aku yang masih mencintainya mencoba meminta waktu hingga November untuk menikah, tetapi ia mendapat pekerjaan di luar kota sehingga kami terpaksa harus LDR, aku takut kehilangannya dan menuntut agar ia mau meresmikan status kami berpacaran, tetapi ia tidak mau, komunikasi kamipun semakin tidak baik, ia semakin jauh, sering marah, bahkan ia sempat berkata ada seseorang yang menarik perhatiannya di tempat ia bekerja. 

Aku sadar nata telah benar-benar menyerah atas hubungan kami, tapi bagaimana dengan aku yang masih ingin bertahan dan memperjuangkannya, terlebih sepertinya ia kecewa karena ayahku sampai dengan saat ini tak jua datang meminta maaf kepada orangtuanya atas apa yang telah terjadi, malah seolah tidak terjadi apa-apa. Sampai akhirnya kami bertengkar dan kesepakatan kami berakhir, ia tidak ingin melanjutkan rencana pernikahan di November, ia memilih untuk fokus bekerja, mungkin alasannya saja mungkin ia telah memiliki pacar disana, entahlah, yang aku tau aku terluka…aku akan sembuh seiring berjalannya waktu dan akan kubuktikan aku akan mendapatkan penggantinya yang lebih baik daripada ia, aku memiliki banyak teman cantik dengan tubuh sexy, beberapa perawat dan beberapa lagi kenalanku di luar fakultas teknik. Banyak yang menyebutku baby face aku tidak akan khawatir untuk masalah perempuan, pergaulanku pun luas, namun aku tetap menotice kesimpulan penting dari kejadian ini yang pertama adalah aku tidak akan menitipkan uang lagi kepada ayahku, meskipun aku tahu aku tidak akan ada di dunia ini jika bukan karena ayah, tapi bagaimanapun impianku untuk menikah telah hancur juga karena ayah. Aku memaafkannya dan tetap mengingat hal itu dengan baik, pelajaran kedua yang kuambil dalam hidupku yaitu memapankan diri agar bisa menikah dengan orang yang kuinginkan bisa bersaing dengan lelaki berada itu.

Terima kasih untuk wanita yang tidak pernah menganggapku kekasihnya, yang pergi meninggalkanku, banyak kebaikan dan keburukan pula yang ia beri padaku, bahagialah disana meski bukan denganku, dan jangan lupa untuk menjaga kesehatanmu.

“Aku kembali mengingat perkataanmu bahwa kau tidak percaya dengan sesuatu yang mustahil, itu berbanding terbalik denganku yang selalu percaya tidak ada yang tidak mungkin, tapi berkatmu aku jadi memahami untuk apa berusaha membuatmu percaya tentang keajaiban bahkan ketika kamu tidak bisa mempercayai hatiku, hatiku yang pada waktu itu hanya mencintaimu”.