Jumat, 19 Februari 2016

Sunrise In The Barito River

  Kudengar bunyi melalui hpku…sepertinya ada pesan yang masuk, tidak maksudku ada 2 pesan yang masuk. Tanpa bermaksud menoleh ke arah dinding tempat jam menggantung aku meyakinkan diri bahwa ini masih larut, lalu hpku kembali berdering. Kali ini bukan pesan dan masih mengacuhkan karena antara sadar dan tidak.

Dan kembali panggilan itu mengganggu mimpiku…mungkin ada hal penting. Menatap layar telepon. Ada sebuah nama tertera disana, aku tau gadis itu, dan ternyata tebakanku salah. Benar bahwa pemilik no. hp adalah gadis itu, namun suara yang terdengar disudut sana berbeda.

Benar ya besok moha akan berangkat ke Banjarmasin bersama sunny ?”
“Sunny berkata seperti itu pada bu’le dan pa'le ya?”
“Dia cerita sama bapaknya…, tapi benar kalian mau berangkat besok pagi moha?”
“Ia bu’le”
Mengapa dia memberitahu kepada mereka, biasanya juga tidak, apakah karena ini perjalanan jauh.
“Itu mo, sunny dikasi tau sama Bapaknya nggak mau dengar, malah marah-marah, wajar to orangtua khawatir anaknya pergi sejauh itu, dalam budaya jawa ada hari-hari tertentu yang tidak boleh untuk pergi, boleh berangkat tapi hari sabtu aja, kamis dengan jumat nggak usah ntar kenapa-kenapa dijalan”
“ia bu’le, moha mengerti…sebenarnya rencana ke Banjarmasin itu sudah lama diagendakan, sebelumnya bulan oktober, tapi karena aku pulang ke Palu maka rencana itu tertunda…oleh sebab itu dan kebetulan sedang libur maka kami akan pergi hanya waktu ini yang ada dan perjalanan ini akan memakan waktu lama, kalau hari sabtu tidak bisa karena sunny akan masuk kampus di hari selasa dan akupun bekerja”
Ia mo…, tapi nanti kenapa-kenapa, saya sampai menangis melihat sunny diberitahu malah marah dan dia pergi, kamu sebagai kakaknya bu’le minta untuk memberitahu ia, mungkin saja kalau kamu yang ngomong dia mau mendengarkan”
“Ia, bu’le pasti moha akan kasi tau sunny tapi tergantung sunny dia mau dengar atau tidak, maksudku belum tentu dia akan mendengarkanku, dan semoga baik-baik saja jika perjalanan ini jadi”
“Ia, ya sudah mo…maaf bu’le mengganggu kamu yang sedang beristirahat”
“Ia nggak papa bu’le”
Ada rasa bersalah disini, bagaimana esok, saya pikir semuanya akan terjadi seperti yang telah direncanakan.

Dengan berat hati saya mengambil hp, lalu mengirim pesan,  


Dan pagi itu seorang lelaki telah duduk diatas selasar kecil di depan mess kantorku.

“Mari berangkat”
Dia tersenyum menatapku…dan masih mengepulkan asap rokoknya.
“Apakah seseorang meneloponmu semalam?”
“Banyak yang meneleponku semalam”
Ia tidak bertanya lagi malah tertawa dan menungguku segera naik ke motor yang dikendarainya.
Aku menikamti berkendara sepeda motor entah mejadi joky atau penumpang, apalagi dengan speed 100 km/jam keatas, rasanya angin menampar wajahku. Itu menyenangkan. Kami menikmatinya. Setengah perjalanan telah kami lalui dari Samarinda Ke Balikpapan dan tepat di KM 25 dia menghentikan motornya, menepi kepinggir jalan raya.

“Sebenarnya apa yang terjadi semalam”
“Nothing”
“Seseorang meneleponmu?”
“Jangan terus bertanya, maksudku kita tau apa yang terjadi”
“Jika kau jujur maka aku akan jujur”
“Kalau begitu dimulai dari dirimu”
“Kamu”
“Atau kita memainkan permainan batu, gunting dan…,
“Aku pamit sebelum berangkat pada Bapakku, tapi karena adat itu, aku tau itu dan aku sangat menghargai adat itu, hanya saja saya merasa lebih yakin dengan pilihanku, maksudku aku percaya bahwa kita akan baik-baik saja”
“Yah…aku berpikir seperti itu”
“Aku juga tidak mengerti mengapa untuk pertama kalinya aku berpamitan dan aku mengatakan pergi bersamamu, mungkin aku tersugesti untuk hal yang baik akan aku ikuti, tapi sudahlah…maksudku kita telah membuat pilihan ini.
“Ya…itu benar, aku ditelepon bu’le, dia khawatir dan itu wajar, jujur disini aku bersikap egois maksudku aku percaya bahwa Allah akan melindungi kita, jika kita berniat baik maka akan baik-baik saja. Aku egois karena kau tau kita telah merencanakan hal ini jauh hari, aku berkata akan memberitahu padamu agar kita batal pergi tapi aku tidak melakukan hal itu”
“Kamu menyesal ? jangan dipikirkan, aku yang mau, ini bukan salahmu…jika aku tidak ingin pergi maka ini tidak akan terjadi.
“Aku tidak menyesal, dan aku sangat menginginkan perjalanan ini…tapi kalau aku tidak pergi akankah anda pergi ?”
“aku juga tidak akan pergi”
“Oleh karena itu aku ikut terlibat dalam kejahatan ini, karena memang dari awal pencetus ide ini adalah aku….hahahha” Mengapa ada perasaan senang menjadi pemberontak dan aku tidak menyesal.
“kejahatan apasih !!! intinya apapun yang terjadi resiko dan tanggung jawab bersama”
“ok, maksudku…aku tidak masalah dengan itu tapi pasti aku akan tetap merasa bersalah…common…aku merasa menculik anak orang sejauh ini hahhaha…hm… mama tau aku pergi, dia tau semuanya”
“Ayahmu tidak ?”
“Ya, aku akan mengatakannya mungkin nanti, jika telah terjadi, aku pemberontak juga kadang-kadang, mungkin akan mendapat pukulan ketika pulang seperti dulu”
“Oh ya, Bapakku pasti akan berkata seperti ini sama saja mereka berdua itu, mari pergi…”


     Memberiku kode seakan memerintahku bergegas untuk menaiki joke tempat duduk belakang motornya. 


   Kami akan menempuh perjalanan sepanjang 587,6 km melewati Jl. Tj. – Kuaro untuk mencapai banjarmasin. Dan pada tahap pertama untuk menuju kota itu kami melalui panajam, menyeberang ke panajam menggunakan kapal Ferry, melalui pelabuhan kariangau balikpapan. Kapal Ferry yang kami naiki bergerak dengan lambat sehingga perjalanan yang harusnya dapat kami tempuh dalam waktu sejam, hampir menghabiskan waktu selama 2 jam, sejak pembelian tiket dan mengantri untuk masuk ke dalam kapal.

Sebenarnya ini bukan kali pertama penyeberangan yang kami lakukan, entah itu ke tenggarong, juga ketika kami akan ke Palu, hanya saja kali ini sedikit berbeda lebih seperti melarikan diri.

Setelah mendapat tempat untuk memarkirkan motor, kami lekas naik ke dek atas bagian kapal. Sinar matahari seakan membakar wajah kami. Penumpang lainpun ikut berlalu lalang mencari tempat bergegas untuk menghindar dari terik matahari yang seperti berkata RASAKAN inilah yang disebut matahari dunia.
 

     Terdapat penumpang yang membawa mobil dan lainnya. Masing-masing dengan kesibukannya ada yang tertidur di dalam mobil saking lama menunggu kapal ini berlayar. Agak bingung untuk memutuskan apa yang bagusnya dilakukan ditengah terik matahari yang makin membuatku seperti ikan bakar. Akhirnya mengambil headset dari saku tas ransel yang sering kugunakan. Mencoba menikmati terik matahari dengan membiarkan seperti biasa saja. Sementara dia disampingku sebentar duduk lalu berdiri dan bersusah payah mencari pembahasan tidak penting untuk mengisi waktu.
 

     Finally kami tiba di Panajam, masih panjang perjalanan yang harus kami tempuh. Aku menyadari betapa sabarnya Dia membawa beban, masing-masing dari kami membawa beberapa potong pakaian dan perlengkapan lain yang dibutuhkan, yang aku maksud beban adalah aku walaupun dia tidak pernah mengeluh mengenai berat badanku yang bertambah. Aku bermaksud untuk diet, seperti minum teh hangat dikucuri jeruk nipis dipagi hari berharap buncit pada perutku akan lenyap, alhasil berat badanku malah bertambah 2 Kg SELAMAT pikirku.
 

Tidak ada penentuan waktu khusus untuk rutinitas, breakfast, lunch dan dinner hanya saja kami akan mengerti jika kami lapar maka mari makan, kecuali untuk shalat kami akan mampir di beberapa masjid yang kami jumpai disepanjang jalan, ketika suara adzan telah berkumandang.
    

     Dari Penajam, kami terus bergerak ke selatan, melewati pemandangan gunung rambutan. Gunung Rambutan berada di Desa Batu Sopang, Paser. Seperti namanya, jalan di kawasan tersebut berkelok-kelok dan menanjak. Kami juga menyaksikan air terjun yang letaknya di sebelah kanan, pinggir jalan ketika kami melewati jalan poros (Jalan trans Kaltim-Kalsel). Air terjun terhempas pada dinding-dinding tebing di hutan Gunung Rambutan, lalu terkumpul di dasar kolam yang dikelilingi batu-batu. 



     Saat ini kami telah berada di Kelurahan Tanjung yaitu salah satu kelurahan yang ada di Kecamatan Banjarmasin Selatan dan masih berkendara diatas motor kali ini telah menunjukkan pukul 19.45. Makin kesal seperti diacuhkan duduk dibelakang sini. Entah berapa kali aku telah berkata “mari mencari penginapan hari telah larut dan waktunya shalat isya” Seperti bicara dengan batu dan dia tidak menjawab atau merespon dengan jawaban apapun. Tidak lama kemudian kami berhenti di depan sebuah warung makan.

“Sambil makan kita bisa bertanya dimana letak penginapan di sekitar sini”
“Ok” Pikirku setelah diam beberapa saat akhirnya dia bisa mengucapkan sesuatu
“Mas, tau nggak dimana letak PENGINAPAN SEDERHANA ?”
 

Pertanyaan dilontarkan pada ke empat anak muda yang bekerja di warung itu, seorang sedang memainkan wajannya sedang membuat nasi goreng, seorang sedang membuat teh hangat di sebuah meja dibelakang kami, seorang sedang membungkusi makanan untuk pembeli lain dan seorang lagi duduk santai seolah berpikir, mencoba mengerti maksud pertanyaan tersebut yang pasti dia mengerti bahwa kami sedang dalam perjalanan jauh.

“Maaf mas, tidak tau”
 

Jawabannya sesederhana itu, sampai membuatku teringat dengan adegan film dengan pertanyaan berbeda dengan jawaban hampir serupa, lalu sipenanya itu berkomentar jadi apa yang kamu tau, selama ini apa yang sudah kamu tau, karena pikiranku sesaat menjalar tak jelas hingga membuat senyum-senyum sendiri.
 

Akhirnya memutuskan bertanya pada ibu-ibu pedagang asongan, dia mengarahkan bahwa saat kami melihat tugu api dengan air mancur dibawahnya maka kami harus berbelok ke sebelah kiri jalan. Tidak jauh dari tugu disanalah letak penginapan yang kami cari. Dan terdapat juga plank nama bertuliskan SEDERHANA.
 

Sampai dipenginapan kami segera check-in kalau-kalau penginapan itu ternyata full costumer dan ternyata kami beruntung masih tersisa beberapa kamar, lalu menanyakan tarif semalam menginap ditempat itu, Rp. 200.000,-  untuk semalam, agak ragu-ragu, karena kami sungguh sangat berhemat dalam perjalanan ini, tapi uang saku dan cadangan lainnya memang telah siap untuk hal-hal seperti ini. Dan ide itu akhirnya terlontarkan.

“1 kamar saja lebih hemat”
“Ya…tidak masalah”
Jawab sunny seraya menyerahkan 2 lembar pecahan uang Rp. 100.000,- an kepada Staff Reception, perawakan lelaki itu terlihat seperti seumuran dengan sunny, staff itu tidak mempermasalahkan perihal detail costumer yang memesan kamar, ia hanya meminta kami menunjukkan ktp itupun hanya salah satu dari kami, dan sebenarnya agak terasa ganjil disini, namun setelah kunci kamar no. 6 itu ditanganku kami segera meninggalkan staff yang lebih pendek dariku itu menuju kamar tidur, 


Badan yang terasa lengket membuatku ingin segera mandi, aku masuk ke kamar mandi dan sunny menonton TV. Hampir setengah jam berlalu, setelah mandi aku shalat isya. Lalu bergantian sunny pun mandi. Aku merapikan rambutku, membuat ikatan rambut, biasa saja, dan mencoba memperbaiki tampilan poniku tapi malam itu cukup sulit teratur dan aku tidak ingin menghabiskan waktu di depan cermin hanya untuk merapikan rambutku, seperti cabe-cabean. Setelah merasa ada suasana canggung disini aku mengambil novel dari dalam tas ransel biru bodypack.
    

Tidak ingin memikirkan hal-hal aneh lebih jauh. Bagaimana tidak, dan itu wajar jika menjadi canggung meski kami saudara, namun untuk berada dalam satu kamar yang sama diatas pembaringan yang sama hanya dibatasi oleh sebuah bantal guling diantara kami tetap saja kami adalah seorang pria dan wanita. Tapi kulupakan lagi pikiran buruk itu Allah maha mengetahui dan aku percaya padanya, sejauh pengamatanku sunny is decent guy.

    Aku memilih tempat berbaring dipojok ranjang, sambil memalingkan wajahku ke arah yang berlawanan dari Sunny. Memegang buku dengan tangan sebelah kiriku, dan tangan sebelah kananku sibuk membuka perlahan lembar demi lembar buku itu. Aku membacanya, tapi pikiranku bercabang, kembali mencoba membaca namun tak ada satupun kata-kata pada buku itu yang bisa kucerna. Dan aku melihat sunny pun memalingkan wajahnya ke arah yang berlawanan. Benar-benar suasana aneh apa ini. Dia mematikan TV Kemudian bermaksud mendengarkan lagu menggunakan headsetnya tapi kemudian membuatku juga mendengarkan music instrumen dari phonenya. Aku tau dengan baik itu lagu my heart will go on entah apa alasan pemilihan lagu itu tapi yang aku ingat bahwa sebelumnya Sunny pernah menunjukkanku sebuah meme yang berhubungan dengan lagu itu, meme ilustrasi adegan leonardo Dicaprio dan Kate Winslet dalam film titanic dan tertulis disitu...

“You jump, I jump, remember ?, I can't turn away without knowing you'll be all right…that's all that I want.
   

    Aku hanya menebak bahwa saat ini dia sedang memikirkan angel heartnya seperti biasanya dalam kegalauan yang tak diakuinya.


Dan saat aku mulai asik dengan diriku sendiri dan saat Sunny memutuskan untuk tidur. Tepat pukul 21.05 kami mendengar suara pintu kamar yang diketuk berulang-ulang dan suara seseorang dari luar sana. Aku ingin berlari ke kamar mandi dan lekas mengenakan jilbab, tapi terlanjur Sunny telah membuka pintu, dan seorang wanita bertubuh berisi berambut pendek sebahu melihatku diatas ranjang menarik selimut mencoba menutupi kepalaku. Lalu disusul oleh beberapa teman pria berseragam berwarna kuning kecoklatan muda. Barulah Aku menyadari bahwa orang-orang itu adalah polisi yang sedang melakukan razia mencari penghuni penginapan yang tidak memiliki identitas jelas. Aku tidak bertanya apa-apa lagi sudah jelas kami berada dalam masalah.
Beberapa Petugas pria itu mulai menanyai sunny, petugas wanita itupun masuk dan mulai mengintrogasiku, adapula petugas pria yang coba mengabadikan potrait kami, mengambil gambar berulang-ulang terutama mengambil gambarku. Aku pasrah ketika mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya. Aku menatap Sunny yang terus berusaha menjelaskan dengan pandangan merasa bersalah padaku.

“Mbak, mari ikut kami ke kantor, tolong seluruh barang-barangnya dibawa jangan sampai ada yang ketinggalan”
“Tapi, kenapa mba?! Maksudku kesalahan apa yang kami perbuat, kami tidak berzina, jika mba tidak percaya bisa memeriksaku di KM/WC”
sambil menunjuk ruang yang aku maksud.
“Ia mbak, kalau ada penjelasan selanjutnya sebaiknya dijelaskan di kantor saja”
 

Tanpa bermaksud untuk beradu argumen lagi. Aku mulai merapikan pakaian mengambil semua perlengkapan yang tersisa, memasukkan ke dalam tas. Sunny melakukan hal yang sama. Dan kamipun digiring masuk ke dalam mobil petugas razia dadakan itu, untung saja bukan mobil pick cup, seperti sebelumnya yang pernah akan aku naiki. Entah mengapa aku merasa baik-baik saja, lebih tepatnya aku membuat diri sendiri yakin bahwa kami tidak sedang berbuat asusila dan benar bahwa kami adalah saudara.
 

     Sampai di Kantor pusat ke polisian Paser kami dimasukkan di dalam ruangan terpisah. Dan kembali para petugas kepolisian itu menanyaiku.

Nama ?”
“Mohalisa Autum”
“Tempat dan tanggal lahir?”
“21 Maret 1990”
“Alamat?”
“Teluk Lerong, Samarinda”
“Tujuan Kemari?”
“Liburan, kami saudara yang kebetulan menikmati waktu libur, berencana akan menuju ke Banjar Baru, dan untuk menghemat biaya kami hanya memesan 1 kamar”


     Dan banyak lagi pertanyaan-pertanyaan lain menyusul setelah itu. Saya tau bahwa para petugas itu memberikan kesan tidak puas dengan jawaban saya karena nyata yang mereka temukan adalah sepasang saudara di dalam kamar yang sama. Apalagi kata saudara itu mengandung banyak pertanyaan seperti mengapa yang satu lahir di Jawa dan yang satu lagi di Makasar, tapi mereka tidak akan ragu dengan penjelasan saya bahwa dia adalah adikku, meskipun yang terlihat secara fisik di luar saya lebih muda daripada sunny, mungkin karena caraku berpakaian ala anak kampus, dan penjelasan itu diperkuat oleh ktp kami. Sunny akhirnya dimasukkan ke ruangan yang sama dengan saya, saya mendengar dengan jelas betapa ia bersusah payah menjelaskan bahwa kami saudara sepupu. Saya mulai lelah dan petugas polisi juga tampak demikian, rupanya mereka bergantian shift jaga. Entah harus bagaimana saya hanya memasrahkan diri kepada Allah.


Dan saya hanya ingin segera mengclearkan masalah ini. Tak berapa lama setelah surat pernyataan dicetak oleh petugas, lalu dia meminta kami berdua untuk menandatangani surat tersebut. Dan memberitahukan kami boleh untuk meninggalkan tempat itu. Saya masih terheran-heran mendengar pernyataan pak polisi itu dan menayai pak polisi yang lebih muda dari saya itu.

“astaga mbak mau menanyai saya berapa kali”
“Tapi pak, maksud saya ko' bisa kami tidak disidang atau didenda”
“memang mbak mau seperti itu ?!...itulah kalian benar-benar beruntung, kepala bagian berubah pikiran dan meminta untuk menganggap selesai masalah ini”


Saya tersenyum lebar mendengar ucapan pak polisi itu. Dan kamipun keluar dari dalam ruangan tanpa rasa bersalah
“Maaf saya ceroboh” Menatap dengan sorot mata bersalah
“Saya juga bersalah berubah pikiran supaya bisa berhemat, oh…ya ngomong-ngomong ini mungkin yang dimaksud pa'le heheheh” terkekeh
“kau menyesal?”
“mengapa menyesal, mari lekas kembali ke penginapan, lalu kita tidur, besok perjalanan masih lama”
“asik lo anak ini, biasanya kalau orang lain akan minta pulang, ini malah terlihat biasa saja, berani”
 

Saya tidak merasa bahwa itu pujian, hanya saja ini sudah sejauh ini dan saya merasa pantang jika tidak menyelesaikannya. Batin saya berbisik demikian.
“Ini baru satu dan mungkin akan adalagi hal-hal baru yang lebih buruk menanti kita di depan sana, siapa yang tau”
“ok” tersenyum.

    Pukul 04.30 saya mengeset alarm pada phoneku dan tepat pukul itu saya terbangun, bergegas mandi, dan shalat. Berterima kasih pada Allah atas pertolongannya, melalui Bpk Kepala Bagian Polisi yang tak saya ingat namanya, juga untuk petugas polisi muda yang mau mengantar kami kembali ke penginapan. Ini untuk pertama kalinya saya berpikir ternyata ada juga petugas kepolisian yang baik.


Padahal telah lama saya sangat anti pada hal-hal yang berhubungan dengan kepolisian.
 

Saya keluar dari dalam kamar, lalu membangunkan sunny yang masih terlelap di kursi ruang tunggu penginapan itu. Cukup sulit membangunkannya hingga saya mengguncang-guncang tubuh sunny dia terbangun dan tersenyum. Jam 06.03 kami siap untuk secepatnya meningggalkan penginapan itu tapi kesiapan kami malah disambut dengan hujan gerimis dan makin lama bertambah deras.

Kami memutuskan tidak kembali ke dalam kamar tapi menunggu hujan reda di bawah overstek atap di teras depan…tampias hujan karena tiupan angin cukup menyentuh wajah kami kadang-kadang. Mungkin kami menikmatinya. Tidak bisa memprediksikan kapan hujan ini akan berhenti jadi saya mulai melanjutkan kembali bacaan saya, dan sunny seperti biasa membahas hal-hal tidak penting untuk memecahkan keheningan saat itu dan tentunya ditemani sebatang rokok yang diapit oleh kedua sisi bibirnya.