Bagi kami meski pernah merasakan
dinginnya malam, beratapkan langit, dan beralaskan tanah pasca gempa, tsunami,
dan likuifaksi yang terjadi pada tanggal 28 September 2018 di beberapa titik
lokasi di Sulawesi Tengah, bagaimanapun Sulawesi Tengah tetap menjadi tempat
kami untuk hidup.
Saat itu aktivitas di pasar
terhenti, toko-toko yang berjualan tutup, air bersih terbatas, listrik padam, antrian
bensin di pertamina berderet meliuk-liuk menyerupai jalan di Kebun Kopi. Rumah
bukan lagi sebagai tempat berlindung dari gelapnya malam. Orang-orang berlari menjauhi
bangunan roboh, ada yang berbondong-bondong mengungsi ke luar daerah Sulawesi
Tengah, ada juga yang bertahan dengan sisa baju yang melekat di badan. Isak
tangis mengharu biru atas korban bencana gempa, tsunami, dan likuifaksi. Banyak
teman, kerabat, dan keluarga yang telah berpulang ke rahmatullah.
“Jika tidak merasakan
sakit, kamu tidak akan tau bagaimana rasanya bangkit”
Trauma masih
berkepanjangan, namun hidup terus berlanjut. Rasa sakit berangsur-angsur pulih
berubah menjadi semangat untuk bangkit.
Bantuan baik dari dalam
maupun luar negeri mulai berdatangan. Jasa para relawan yang tanpa mengeluh
mendistribusikan bantuan kepada korban bencana alam hingga ke pelosok desa.
Bantuan berupa sembako, obat-obatan, pakaian layak pakai, dan tenda-tenda
pengungsian.
Seminggu pasca bencana aktivitas
jual beli di pasar kembali normal, sebagian toko mulai buka. Petugas PLN
bekerja dengan cepat memperbaiki tiang dan gardu listrik, sehingga komunikasi via
selular bisa digunakan. Penerangan berangsur membaik, pertamina beroperasi
seperti sedia kala. Kegiatan perkuliahan berlangsung di tenda-tenda yang
didirikan, begitu pula dengan proses wisuda mahasiswa(i) yang berlangsung
khidmat. Anak-anak yang menempuh Sekolah Dasar, bersekolah selama 3 jam dalam
sehari. Setelah selesai mata pelajaran diselingi dengan Trauma Healing yaitu
kegiatan yang bertujuan memberikan informasi mengenai mitigasi bencana,
sekaligus penerapan ilmu psikologi sebagai upaya untuk menghilangkan trauma
mereka. Semangat bangkit semakin kuat dengan dibangunnya hunian sementara
lengkap dengan sarana MCK bagi masyarakat yang kehilangan tempat tinggal, serta
akses jalan secara bertahap mengalami perbaikan.
Tularkan semangat untuk bangkit
dimulai dari diri sendiri, lalu sebarkan ke seluruh penduduk Sulawesi Tengah. Bukankah
kita merindukan suasana ketika menikmati terik matahari, sambil memancing ikan
atau memandangi matahari terbenam sembari meneguk secangkir kopi yang disajikan
oleh beberapa warung sederhana yang berjajar di pinggir pantai. Kini kami mulai
melakukan kegiatan tersebut. Kami tidak lagi takut berkunjung ke pantai dan
kini kami sudah bisa mencicipi jajanan pedagang kaki lima yang menjual kacang
rebus dan jagung bakar di sekitar lokasi pantai.
#SulawesiTengahBangkit