Kamis, 25 April 2019

GHOSTING


Hari ini kami akan mengevaluasi sudah sejauh mana pekerjaan bongkaran yang dilakukan oleh kontraktor. Ini pertama kali bagi kami mengawasi pekerjaan dari BUMN. Seperti biasa saya menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, orang-orang baru dan lingkup pekerjaan yang lebih menantang dari sebelumnya. Dengan mudah saya memperoleh nomor kontak personil kontraktor yang sedang bertugas, khususnya pelaksana bagian arsitektur.

Kami membuat janji bertemu siang itu dilantai 1 terminal. Pria berhidung pesek itu menemani saya dan partnerku berkeliling terminal mengecek apakah pekerjaan dilapangan sudah sesuai dengan kontrak kerja.

Semenjak saat itu Alea sering berkomunikasi dengan pelaksana arsitektur itu. Tentu saja mengenai pekerjaan.

Siang itu mereka kembali bertemu di depan keet yang mencapai bobot 25% untuk progress pekerjaan dan dibangun di area shelter.

“Pak Daril, tolong dilengkapi perabotannya, kursi masih kurang 4 unit, karena personil kami berjumlah 11 orang, oh ia stop kontaknya tolong segera diselesaikan ini pesan dari TL saya pak, terima kasih”

“siap mba !! nanti saya sampaikan ke menejemen dulu”

Sikap pria yang kira-kira berusia 30 an itu sopan, cerdas, dan jelas berpengalaman. Terkadang desakan dari atasan kami, membuat kami juga sangat cerewet kepada kontraktor. Yah imagenya kadang-kadang gak enak konsultan seolah-olah minta, padahal fasilitas tersebut jelas ada dalam kontrak termasuk asuransi kesehatan. Dan sayapun sadar kami memang bisa sangat menyebalkan, hingga pelaksana bagian arsitektur itu tidak membalas pesan dan tidak menjawab panggilan teleponku.

Entah mengapa alea menjadi penasaran dengan pria yang sering berpapasan dengannya di masjid terminal. Pria itu juga kerap menyendiri tidak seperti teman-teman pelaksana yang lain hobby memancing atau mencari tempat untuk me refresh otak. Dia berbeda.

Alea menyadari ada yang perlu diperbaiki dalam hubungan ini. Dia mulai lebih lembut dan mengalah demi kerjasama dan sikap professional. Perubahan sikap itu ternyata disambut baik oleh Pak Daril dan kini mereka sudah seperti teman akrab meskipun sebatas via wa. Mereka saling mengirim video lucu, kata-kata bijak dan tentu saja mereka mulai saling menelpon.

Meskipun realita Pak Daril adalah pria berkarisma, cerdas, dan manis ketika tersenyum. Entah mulai kapan Alea menyadarinya. Pria berhidung pesek itu tidak serta merta membuat Alea yang tertutup, cuek, dingin, cool, dan ceria bertekuk lutut padanya.
Mereka sangat professional dengan pekerjaan mereka.

Proyek ini akan berakhir dalam waktu yang tak lama lagi. Bukankah tidak apa-apa untuk mengikuti permainannya. Pikiran nakal itupun terbesit dalam benaknya. Hal ini terjadi karena kadang-kadang Pak Daril menggodanya dengan berkata, Mba Alea Cantik, Baik Hati lagi. Alea paham itu sudah biasa semua wanita ya cantik, kalau ganteng itu berarti pria.

Alea sadar Pak Daril menyembunyikan sesuatu, awalnya Pak Daril tidak pernah mengakui bahwa ia telah menikah. Kerap kali Alea menjuru kepertanyaan itu, dengan cerdas Pak Daril akan mengalihkan.

Hari ini Alea memposting foto pernikahannya di status wanya. Dan beberapa orang kaget mengetahui bahwa dia telah menikah, termasuk Dia si pria berhidung pesek itu. Ia tidak lagi memanggil Alea dengan kata mba. Pada akhirnya Pak Daril jujur mengenai dirinya yang telah menikah dan memiliki dua orang anak.

Alea merasa ia digunakan sebagai alat balas dendam Pak Daril, tapi Alea juga yakin bahwa pria itu menyimpan rasa padanya. Karena pria itu berterus terang mengenai perselingkuhan istrinya. Meskipun mereka tidak jadi bercerai karena mempertimbangkan kondisi anak-anak mereka. Setelah mengetahui status diri masing-masing ternyata itu tidak mengubah pertemanan Alea dan Pak Daril. Mereka masih sama nge chat tanpa beban, dan saling teleponan hingga berjam-jam.

“Kita tidak tau dengan masa depan, lagipula saya juga tidak tau apakah dia menghubungi pria itu ketika saya tidak bersamanya”

“Saya mengerti mas, mas Daril ingin balas dendam dengan istrinya makanya melakukan hal serupa seperti yang ia lakukan kepada pean, saya sudah lama tau itu, tapi bagi saya senang karena mas daril pendengar yang baik”

Alea tau kebenarannya bahwa itu hanya rasa cemburu seorang suami kepada istrinya. Toh hubungan Pak Daril dengan istrinya baik-baik saja. Ia mengagumi Pak Daril orang yang memiliki wawasan luas, tidak sombong dan mau mengajarinya terkait pelaksanaan pekerjaan dilapangan, dan dia menyukai kesederhanaan pria itu. Pria berhidung pesek itu tidak malu mengakui jika dia mengucapkan kata-kata yang salah, dia akan bertanya dengan lembut, mencoba belajar sesuatu dari wanita yang berusia 8 tahun lebih muda dari usianya. Pria itu suka membicarakan mengenai politik meskipun dia sadar bahwa Alea sangat malas membahas hal itu, mau dipengaruhi seperti apapun wanita yang selalu bicara blak-blakan itu tidak bergeming tetap bersikukuh dengan pilihannya.

Proyek telah memasuki masa pemeliharaan, dan tim yang stanby di lapangan tidak sebanyak seperti biasanya baik dari kontraktor maupun konsultan.

Siang itu mereka berdua menikmati semangkuk mie ayam dan segelas jus jeruk di sebuah rumah makan kecil. Mereka bercerita banyak hal. Ini pertama kalinya Alea mau makan bersama dengan Pak Daril, meskipun sudah sering menolak ajakan pria bertubuh bidang itu. Esok Pak Daril akan pulang untuk cuti dan tidak lagi ke proyek terminal, dia dimutasi ke pekerjaan baru. Alea sadar hari itu adalah hari terakhir mereka bertemu, makanya pada hari itu dia memberanikan diri untuk membayar janjinya untuk makan bersama.


Sejak hari itu dan hingga saat ini mereka tidak lagi saling menghubungi. Bukannya tidak memikirkan pria berhidung pesek itu, saking ia memikirkan dan menjaga perasaan istri dari Pak Daril, dan seharusnya sudah sejak lama dia menarik diri dari masalah rumah tangga oranglain.

Tentu saja kadang-kadang Alea masih ingat ketika mereka saling menyanyi ditelepon hingga mulai menguap. 

Dan daril berkata senang mendengar wanita itu bernyanyi, ia menganggap itu kenangan indah. Namun dengan cueknya Alea membalas. Ia kenangan indah bagi pean. Sebenarnya ia bercanda. Dia selalu menggunakan kata-kata yang menyakiti walau maksud hatinya tidak seperti itu. Dan mungkin juga akibat ia berkata,

“Bapak pulang aja saya biasa aja, hubungan ini sampai proyek berakhir’’ walaupun dia tidak mengatakan itu dengan sungguh-sungguh.

Sepertinya Pak Daril menganggap itu serius. Tapi bersikap seolah biasa-biasa saja. Dan kedua orang itu memiliki karakter yang sama, keras kepala, cuek, dingin, jaim dan tetap mempesona.

Alea masih berpikir biarkan mengalir seperti air, ia belajar dari Pak Daril bagaimana cara bermain aman, jangan pernah baper, jangan sampai sakit hati. Karena manusia akan selalu datang dan pergi. Meski kenangan tidak akan dilupakan.

Dan alea percaya bahwa KITA TIDAK TAU DENGAN MASA DEPAN