Sabtu, 13 Juli 2024

GOODBYE BABY FROG

Namaku Roni 
Aku alumni di Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur Angkatan 2014

Banyak makanan yang tidak kusukai seperti kaledo, bubur, ataupun terong, terkadang akupun tidak mengerti dengan diriku sendiri mengapa banyak makanan yang tidak kuminati. Tapi aku memakannya. Yah…ia membuatku memakannya. Aku menggilainya dan ingin melakukan apapun yang membuatnya senang. Tetapi ia juga yang membuatku kecewa, aku tidak tahu apa ini yang disebut dendam, yang kuyakini ia telah berhasil melukai hatiku. 

Ini malam minggu, aku tak peduli jangankan videocall, menelponpun aku malas, tidak, tidak lagi mengirimkan pesan padanya. Sebenarnya aku rindu pada senyumnya, suaranya, manjanya dan semua hal tentangnya tetapi aku berpikir ia membenciku setelah kelakuanku padanya. Aku sedikit puas menipunya. Malam itu… 

“Ron boleh gak aku hutang ma kamu?”
 “Maaf ta aku sedang diperjalanan bersama wawan” 
“Bisa ta, berapa?” 
“2 Juta Ron, soalnya uang direkeningku tinggal untuk biaya makan, transport, dan paket data”

“Bisakah ron?, maaf merepotkan, kalau tidak bisa tidak apa-apa, saya tahu kamu juga sedang susah”.
“Bisa ta, aman roni belum pakai uangnya” 
“Bisa besok roni transfer ta?, kalau tidak sempat malam ini” 
“Bisa ron, rencananya hari minggu pakai uangnya” 
“Kalau malam ini pulang cepat roni usahakan transfer uangnya ta” 
“Ia, maaf merepotkan ron, nanti gajian bulan agustus langsung saya bayar, saya janji suatu hari saya akan membalas kebaikanmu”
“Roni juga senang bisa membantu nata”
“Maaf mengganggu waktumu ron, aku kalau gak kepepet gak ngechat ron”
“Nata sama sekali tidak mengganggu Roni, roni senang chatan dengan nata”

Keesokan harinya…pukul 07.28 
“Ron, info kalau sudah TF ya, soalnya saya di kantor hanya sampai jam 17.00, nanti nariknya di foodcourt kantor” 

Pukul 12.30 aku membalas pesannya...
“Ta kirim no rekeningmu”
“Nanti Roni info kalau sudah transfer” 

Aku tahu ia menunggu transferku di kantor, tapi biarlah dia merasakan bagaimana ditipu, seperti ia dengan mudahnya menolakku. Hingga sabtu malam aku tidak mentransfernya uang tersebut, diapun tidak menanyakan lagi perihal uang tersebut, mungkin ia telah dipinjami oleh temannya yang lain, entahlah…, aku tak peduli, aku tidak peduli entah ia bagaimana disana, entah mati, aku tak peduli, seperti ia yang tidak peduli dengan perasaanku. 

Malam minggu aku mengesap rokokku dengan santai seperti biasa aku bebas tidak ada lagi yang membatasi jumlah rokokku, tidak ada lagi yang mengingatkan kesehatanku, aku bebas berkumpul dengan teman-temanku, meskipun sebenarnya aku cukup senang ketika ia memperhatikan, mengingatkanku atas kesehatanku, di masa depan pasti nantinya akan ada lagi yang mengingatkanku. Aku percaya itu.

Disini ramai dan banyak wanita yang lebih darinya, lebih segalanya lebih cantik, lebih baik, dan wanita yang akan menerimaku apa adanya. Wawan mendekat ke posisi tempat dudukku, Ia mengamati wajahku yang nampak serius, sibuk di depan laptop meskipun sesekali nampak melamun. 

“Ron, apa kabar gadis yang sering kau tlp itu?” “Siapa?, oh….teman dekat aja” (Yah, kami memang hanya berteman tidak pernah ada status di dalam hubungan kami, untuk apa menjelaskan tentangnya. Tidak penting). Umpatku di dalam hati. 

Aku teringat dengan teman-teman yang pernah mendapati aku berjalan bersama dengannya dan aku mengatakan bahwa ia adalah pacarku, sebenarnya aku tidak menginginkan hubungan backstreet ini, aku ingin membawanya kemanapun tanpa rasa khawatir jika berpapasan dengan teman-temannya dan teman-temanku. Tapi ia yang tidak ingin hubungan kami dipublikasikan kecuali setelah menikah, yah karena traumanya terhadap mantannya.

Mantannya yang masih dicintainya. Ia kerap kali membandingkanku dengannya, mantannya yang selalu royal padanya, aku yang tidak pernah membelikannya sesuatu, sebenarnya aku pernah membelikannya hadiah untuk ulang tahunnya, karena iapun memberikanku hadiah. 

Masih tentang mantannya yang selalu mengajaknya makan ke tempat-tempat mahal, sedangkan aku hanya mampu membawanya ke mas joko, tempat prasmanan ataupun penjual nasi goreng di tempat kaki lima, awalnya aku berpikir itu tidak masalah baginya, namun akhirnya ia sempat protes juga, mungkin maksudnya selang seling, sesekali aku mengajaknya untuk makan makanan ditempat yang mahal. Ia aku ingat ia mengatakan itu…

Saat ini pagiku…, siangku…, malamku…, masih tentang dia, entah sampai kapan aku tahu ini akan berlalu cepat dan mudah seperti yang sudah-sudah, mereka pergi dan tergantikan. Ini hanya soal waktu. 

Jauh dilubuk hatiku aku masih menyayanginya….tidak egoku mengalahkan itu semua, ia yang tidak memberiku kesempatan, ia menolakku, aku harus segera bangun dari mimpi buruk ini.

HARI INI 24 JUNI 2025… 
Seharusnya kami menikah setahun yang lalu...aku memandangi angka pada lembaran kalender yang menggantung di dinding yang membawaku ke ingatan masa lalu... 

Baju telah difitting, ia sangat menyukai warna gaun pernikahan itu senada dengan jas yang akan aku kenakan pada hari pernikahan kami. Desain undangan telah diputuskan, konsep acara, tempat, catering, ucapan penutup pada video aesthetic yang telah kami susun, bahkan hingga kemana kami akan honeymoon

Banyak hal yang telah kami rencanakan dengan matang, nama anak, awalnya ia ingin memberi nama anak kami seperti nama studionya, tetapi berubah karena sepupunya kebetulan juga telah menggunakan nama yang sama, aku berencana mengambil unit rumah BTN dan kami sepakat untuk membayar bersama iuran tiap bulannya, ia akan bekerja, akupun bekerja, tetapi aku tidak ingin ia bekerja ketika ia hamil nanti, aku membayangkan tiap hari ia berada disampingku, tidur disisiku, memeluk erat, mengecup keningnya, memandangi wajahnya, membuatkanku bekal ketika bepergian atau perjalanan keluar kota, melihatnya mengajari anak-anak kami, ia sangat mandiri, keras, cerdas, tentu saja ada saat-saat melelahkan bersamanya terkadang karena emosinya, pikirannya, dan lain sebagainya, tetapi aku menyayanginya, ia pernah bertanya padaku mengapa aku jatuh cinta padanya “Aku berkata, tidak ada alasan untuk itu".

Ia sering berkata padaku bahwa ia tidak cantik, bagiku ia manis, aku menyukai sinar matanya ketika kami berjalan-jalan dari satu tempat ke tempat lain, ia sangat menyukai perjalanan, ia akan bosan jika semingguan hanya menghabiskan waktu dirumah, bersamanya aku mengenal banyak tempat baru yang belum pernah aku kunjungi sebelumnya, meskipun ia tidak sebaik afifah yang sering kali mentraktirku makan, ia sempat marah ketika aku menceritakan mengenai gadis seangkatanku yang aku sukai, banyak senior dijurusan kami yang menyukainya, ia cantik dan benar-benar baik, ia marah karena aku berbohong kepadanya bahwa kami hanya berteman kami berboncengan selama setahun dan aku hanya mengganggap afifah teman, karena yang sebenarnya terjadi adalah aku kalah saing dengan senior yang mendekatinya kebanyakan orang berada, sekelas bedolo (golongan kaya di kota kami), aku mengurungkan niatku untuk menyatakan perasaanku padanya. 

Nata selalu menyemangatiku atas rencanaku untuk pergi ke Australia untuk bekerja di pabrik, ia berkata bekerja di luar negeri dengan usia masih muda sepertiku adalah hal yang membanggakan uang nya jika dikonversi ke mata uang rupiah akan bernilai lebih banyak, dan aku bisa melamar afifah dengan uang tersebut. 

Dia malah memintaku untuk menyatakan perasaanku sebelum menyesal. Pada akhirnya aku akan mempertimbangkan ide itu mengingat nata dan aku yang telah berpisah. 

Perpisahan itu terjadi bermula ketika ayah yang selalu mengundur waktu untuk datang ke rumah orang tua nata untuk melamar, padahal tanggal telah ditetapkan, mahar telah dibuat, cincin telah dipesan, tempat acara, pakaian, dan make up telah dibooking. Ayah beralasan ingin membuat acara syukuran di rumah dengan tujuan agar keluarga tidak menganggapnya tidak mengurus anak, aku sedikit memaksa ayah untuk memberi kepastian kapan untuk datang melamar, jika masih menunda aku ingin melanjutkan pengurusan pernikahan kami yang kira-kira telah mencapai 60%, costum prewedding telah datang, bahkan kami telah melatih pose berfoto, temanku telah beberapa kali menanyakan kapan rencana pengambilan foto akan dilaksanakan. Dan semua rencana itu hancur berantakan ketika aku mengetahui bahwa ayah menggunakan uang sisa untuk biaya lamaran yang berjumlah Rp. 20.000.000 yang kutitipkan padanya untuk kepentingan pribadi dan urusan rumah. 

Dengan kepala yang sakit, seolah akan pecah, memikirkan apa yang akan terjadi ke depan, aku memberanikan diri untuk menyampaikan perihal kejadian tersebut pada nata dan kedua orangtuanya. 

Nata tampak kaget juga, ia tidak habis pikir hal tersebut akan terjadi mengingat tenggat waktu pelaksanaan pernikahan kami sebentar lagi, aku berupaya untuk mencari pinjaman untuk menebus uang kekurangan tersebut, tetapi semua daya upaya yang telah kulakukan tidak berhasil dan aku tidak memperoleh uang pinjaman hingga batas waktu tersebut, aku frustasi karena nata juga mulai menyerah ia berkata mungkin ada hikmah atas kejadian ini semua, mungkin kita memang bukan jodoh, tapi ia tidak membenciku dan masih ingin hubungan pertemanan kami tetap terjaga. 

Aku yang masih mencintainya mencoba meminta waktu hingga November untuk menikah, tetapi ia mendapat pekerjaan di luar kota sehingga kami terpaksa harus LDR, aku takut kehilangannya dan menuntut agar ia mau meresmikan status kami berpacaran, tetapi ia tidak mau, komunikasi kamipun semakin tidak baik, ia semakin jauh, sering marah, bahkan ia sempat berkata ada seseorang yang menarik perhatiannya di tempat ia bekerja. 

Aku sadar nata telah benar-benar menyerah atas hubungan kami, tapi bagaimana dengan aku yang masih ingin bertahan dan memperjuangkannya, terlebih sepertinya ia kecewa karena ayahku sampai dengan saat ini tak jua datang meminta maaf kepada orangtuanya atas apa yang telah terjadi, malah seolah tidak terjadi apa-apa. Sampai akhirnya kami bertengkar dan kesepakatan kami berakhir, ia tidak ingin melanjutkan rencana pernikahan di November, ia memilih untuk fokus bekerja, mungkin alasannya saja mungkin ia telah memiliki pacar disana, entahlah, yang aku tau aku terluka…aku akan sembuh seiring berjalannya waktu dan akan kubuktikan aku akan mendapatkan penggantinya yang lebih baik daripada ia, aku memiliki banyak teman cantik dengan tubuh sexy, beberapa perawat dan beberapa lagi kenalanku di luar fakultas teknik. Banyak yang menyebutku baby face aku tidak akan khawatir untuk masalah perempuan, pergaulanku pun luas, namun aku tetap menotice kesimpulan penting dari kejadian ini yang pertama adalah aku tidak akan menitipkan uang lagi kepada ayahku, meskipun aku tahu aku tidak akan ada di dunia ini jika bukan karena ayah, tapi bagaimanapun impianku untuk menikah telah hancur juga karena ayah. Aku memaafkannya dan tetap mengingat hal itu dengan baik, pelajaran kedua yang kuambil dalam hidupku yaitu memapankan diri agar bisa menikah dengan orang yang kuinginkan bisa bersaing dengan lelaki berada itu.

Terima kasih untuk wanita yang tidak pernah menganggapku kekasihnya, yang pergi meninggalkanku, banyak kebaikan dan keburukan pula yang ia beri padaku, bahagialah disana meski bukan denganku, dan jangan lupa untuk menjaga kesehatanmu.
“Aku kembali mengingat perkataanmu bahwa kau tidak percaya dengan sesuatu yang mustahil, itu berbanding terbalik denganku yang selalu percaya tidak ada yang tidak mungkin, tapi berkatmu aku jadi memahami untuk apa berusaha membuatmu percaya tentang keajaiban bahkan ketika kamu tidak bisa mempercayai hatiku, hatiku yang pada waktu itu hanya mencintaimu”.