Wednesday, 7 August 2019

MISS STALKER


PROLOG

Saya menulis cerpen ini spesial saya persembahkan buat Lulu, karena setelah melalui debat panjang dia berhasil meyakinkan saya untuk mau menulis postingan di ig kotakusulteng.

Flash back sedikit...bermula dari Pak Lubis yang mengupload video di grup internal TIM KOTAKU SULTENG dan teman-teman TF 05 yang juga terlibat dalam serangkaian kegiatan.





Saya juga tidak menyangka apa yang saya tulis akan terekspos sebegitunya,,, karena memang salah satu hoby saya adalah menulis di waktu luang. Saya sempat drop pernah coba mengirim cerpen ke tabloid ternama Indonesia, dan itu the first time for me mencoba mengirim ke penerbit, namun tidak mendapat respon.

Nah kali ini saya merasa termotivasi kembali berkat mereka dan juga salah satu anggota pemandu KMP Pusat Pak Immanudin. Saya berterima kasih sebesar-besarnya atas segala bantuan beliau yang membuat tulisan saya terbit di Kotaku Nasional.

Anyway saya hanya manusia biasa yang terus belajar mengasah kemampuan...yang tentu saja tak luput dari kesalahan baik dari segi alur cerita maupun penggunaan tanda baca dan kalimat-kalimat yang mungkin kurang tepat. Untuk itu saya mohon maaf dan kedepannya akan lebih fokus lagi dalam pengembangan diri. 

"Semoga sehat selalu dan jangan lupa bahagia...".










                                                                MISS STALKER


Aku menatap layar handphoneku. Seperti biasa saat terbangun di pagi hari dan sebelum tidur. Meski tiap hari minimal lima puluh notification terkirim ke facebookku, kadang aku membiarkannya, mengendap di sana, tanpa kubaca. Sudah setahun semenjak peristiwa kecelakaan itu. Aku menyibukkan diri pada sesuatu yang kusebut Miss Stalker. Aku merasa dia telah menjadi bagian terpenting dalam hidupku. Bagaimana tidak karenanya aku berhasil mengatasi perasaan terintimidasi oleh keganasan ibu–ibu rumpi. Aku bisa membalas umpatan mereka dengan lantang, mengucap sumpah serapah sesukaku, tanpa perlu berhadapan langsung. Tentu saja aku sangat ingin melabrak si biang gosip, namun aku memilih seolah-olah tak peduli dengan mereka. Aku ingin mereka melihatku baik–baik saja.

Setengah jam berlalu, duduk mengamati bentuk Jembatan IV dari bawah pohon trembesi. Jembatan yang menghubungkan antara Kecamatan Palu Barat dan Palu Timur yang lebih terkenal dengan nama Jembatan Kuning. Sesekali aku berpindah tempat mencari angel yang pas untuk mengabadikan potret objek yang membentang dihadapanku. Tak berapa lama dari kejauhan sosok seorang pria menghampiri tempatku berpijak. Aku tak bermaksud seperti tak menyadari kedatangannya. Sampai ketika pria itu bertanya, “Sendirian?,” sosok itu tersenyum tipis, basa–basi seperlunya, akupun mengangguk sambil lalu, namun sekilas memperhatikan perawakan pria yang kini telah merebahkan bahunya pada pohon di tempat semula aku duduk. Pria yang tampak lebih tua dariku itu bertubuh kurus, tingginya kira–kira 170 cm, berkulit sawo matang, bermata teduh. Pria itu meletakkan ransel ke atas pangkuannya, merogoh ke dalam tas, lalu mengeluarkan selembar kertas dan sebuah pensil. Sekitar lima menit melempar pandang ke objek yang sama seperti yang kuamati. Kemudian pria yang berumur sekitar 30-an itu dengan luwesnya
menggerakkan jemarinya, membuat sketsa.

Setelah menyikat gigi dan meminum segelas air putih aku menaiki ranjang tempat tidurku. Merenung sejenak sambil mengendus kesal mengingat perbincangan di ruang makan tadi. Tentang aku yang mendadak memutuskan berhenti dari tempatku bekerja. “Biarlah mereka berpikir dengan cara mereka sendiri, aku pun berhak tak memberikan penjelasan,” pikirku. Empat tahun enam bulan menempuh pendidikan sebagai mahasiswi teknik. Meski tidak mendapat predikat Cum Laude setidaknya aku pernah menjadi salah satu mahasiswi berprestasi yang terbukti dengan terpilihnya aku menjadi Beswan Djarum. Sejarah masa lalu yang cukup membanggakan, namun seakan tak berarti saat ini. Kenyataannya sudah berbulan-bulan aku menjadi penghuni tetap kamar tidurku. Menunggu panggilan interview. Awalnya aku bukanlah tipe orang yang aktif di sosmed. Hp bagiku sudah bisa digunakan untuk menelpon dan mengirim pesan saja itu lebih dari cukup. Aku tidak tertarik dengan aplikasi dunia maya yang penuh dengan kepalsuan, tidak penting bagiku, hanya membuang–buang waktu. Ternyata aku salah. Aku berubah. Tiga bulan belakangan ini aku telah menjadi seorang maniak facebook.

Miss Stalker. Foto profil pemilik akun itu menampakkan sosok gadis muda, berhidung mancung, kulit kuning langsat, bibir kecil dan bermata bulat yang besar. Siapa yang tidak ingin berteman dengannya, sebagian besar permintaan pertemanan yang dikonfirmasi berasal dari kumpulan kaum adam. Akun ini menjadi viral, memiliki ribuan followers. Dialah ratu dunia maya, bukan sekadar berwajah cantik, tapi juga memiliki kepribadian yang menarik. Akun ini sering memposting artikel yang tiap kali muncul diberanda seakan memberi motivasi tersendiri bagi pembacanya. Tak heran sekali posting status minimal mendapat seribu like dari teman dunia maya, termasuk tetanggaku yang hobi rumpi sering kali berjubel membanjiri kolom komentarku. Meskipun biodata, termasuk foto yang kuupload adalah palsu, tetapi konten cerita yang kubagikan benar terjadi di kehidupan. Dan melalui akun ini pula aku bisa berkenalan dengannya.

Sore itu aku menyesap secangkir saraba, sambil menatap keluar jendela ruang kerjaku. Beruntung menyaksikan pemandangan laut biru di depan kantor baruku. Semilir angin yang berhembus, deburan pasir bertabrakan dengan ombak, bunyi kicau burung–burung, juga pohon kelapa berjajar menjulang tinggi. Aku bisa melihatnya dengan jelas dari sini, terkadang jiwaku seolah ikut hanyut ke dalam dasarnya. Ditambah lagi penjual minuman sejenis Susu Telur Madu Jahe ini bisa kupesan dan diantar langsung ke ruanganku.
“Lengkap sudah kenyamanan ini,” gumamku seraya bertopang dagu. Sore itu pukul 17.15 WITA. Sebenarnya sejak jarum jam menunjukkan lagi lima menit pukul lima, karyawan di perusahaan ini sudah seperti cacing kepanasan, ingin segera meninggalkan perusahaan. Sepertinya hanya aku saja yang terlihat betah berlama–lama di kantor. Mengapa tidak memanfaatkan free wifi bisa membantuku menghemat pembelian paket data internet. Aku juga bisa kembali keduniaku, dunia palsu yang kuciptakan, meskipun secara kesuluruhan tidaklah palsu.

Aku membuat album berisi kumpulan beberapa foto Jembatan Kuning yang kujepret seminggu yang lalu. Mengingat hari itu, terlintas di benakku tentang sosok pria yang sempat menyapaku, meskipun akhirnya kami tidak melanjutkan obrolan, tidak saling menanyakan nama, apalagi bertukar nomor telepon. Semenit kemudian setelah memposting album, aku mendapat inbox. Tertulis disitu, “Bisakah aku bertemu wujud asli pemilik akun ini?.” Aku terdiam sejenak berusaha mencerna maksud kalimat itu. Aku mengerti, orang ini bisa saja mengetahui identitas asliku. Alih–alih bertanya ini lebih terlihat sebagai peringatan. “Tapi siapa dia?.” Aku tidak pernah menceritakan kepada siapapun perihal akun ini. Aku lekas membuka profil pengirim pesan. Acen Darius, begitu nama yang tertera di sana, namun nama itu tidak menjelaskan apa–apa. Acen tidak mengisi biodata seperti nomor kontak, jenis kelamin, bahkan dia tidak pernah memposting apapun mengenai dirinya. Dia hanya berteman secara serampangan, kulihat dari daftar pertemanannya yang hanya berjumlah lima puluh orang, termasuk aku salah satunya. Bahkan aku tidak pernah ingat kapan mulai berteman dengannya. Aku tidak membalas pesan itu.
“Aku tidak boleh gegabah bisa jadi orang ini hanya asal bertanya. Mari kita lihat apa langkah selanjutnya yang akan dilakukan Acen Darius,” gerutuku.

Untuk pertama kalinya aku penasaran pada teman dunia maya, sebelumnya aku tak peduli mereka tak mengenalku secara asli, akupun tak begitu ingin tahu siapa mereka, ini hanya sebatas pelarian yang kugunakan ketika bosan dengan rutinitas teratur. Setiap orang memiliki cara sendiri menikmati kesendiriannya. Sebulan setelah menerima pesan. Acen kembali mengirimiku. Kali ini bukan pertanyaan yang berbau identifikasi. Dugaanku meleset mengenai Acen yang akan menyerang dengan mencari bukti untuk membongkar kedok Miss Stalker atau mengancamku agar memberikan uang tutup mulut karena telah melakukan pelanggaran UU ITE. Seperti pada beberapa kasus penyalahgunaan akun yang sempat booming di media online baru–baru ini. Kenyataannya berbalik seratus delapan puluh derajat. Kami malah mulai berkomunikasi dengan rutin, seperti layaknya teman dekat, sering chatting di messenger, saling berbagi cerita mengenai kehidupan kami. Segala hal semakin intens, terkadang saking mengalirnya sampai melewatkan jam makan siangku. Lama–kelamaan terasa seakan-akan seperti sepasang kekasih yang menjalani long distance relationship. Bedanya aku tidak mengetahui dengan pasti kepada siapa aku mengirim pesan. Aku sempat berpikir ini gila jika aku sampai jatuh cinta pada orang asing yang belum pernah kutemui, karena bisa jadi Acen adalah seorang wanita. Aku belum pernah mendengar suaranya. Aku takut jika ingin berbicara dengannya, dia akan mengajakku untuk bervideo call. Itu akan membuka rahasiaku sendiri, yang selama ini telah kusimpan dengan baik. Dia mungkin sudah tahu rahasiaku. “Entahlah, aku masih belum siap dengan segala kemungkinan,” erangku dalam hati. Aku sudah terlanjur terjebak dalam situasi ini. Tetapi mengapa bimbang? Toh, tidak ada yang merasa dirugikan, kami menghargai cara pertemanan kami sebatas ini. Acen sendiripun tidak pernah mengajakku VC ataupun bertemu, mungkin dia berpikir dumay sudah biasa dengan permainan, jadi aku tinggal melanjutkan saja. Setidaknya untuk sementara ini, hingga kami telah mencapai titik jenuh dari penggunaan sosmed. Walaupun begitu entah mengapa jujur di dalam hati, aku mulai rindu pada kekonyolan kata–kata Acen yang membuatku tertawa, yang kerap kali diselipkannya dalam percakapan kami.

Malam minggu. Aku menghabiskan waktu di kantor. Mencoba menyelesaikan rekap laporan bulanan yang seperti biasa kukerjakan. Aku berniat mengejar batas deadline proyek yang sebelumnya sempat mandek akibat doublejob yang kuterima. Tidak mudah memiliki pekerjaan cadangan, setelah dinyatakan terikat pada kontrak perjanjian kerja yang harus kujalani selama tiga tahun kedepan, tentunya bekerja secara fulltime. Ya, aku bekerja di sebuah Perusahaan Kontraktor. Arthur Paradise, nama perusahaan tempatku bekerja saat ini. Aku terbiasa bekerja di bawah tekanan, selama kinerja yang kuhasilkan sebanding dengan upah yang kudapatkan, begitulah prinsipku.
“Apa yang kau inginkan untuk makan malam?,” suara seorang pria memecah keheningan diantara kami. Aku baru sadar sedari tadi tidak sendirian di dalam ruangan ini.
“Kau bisa memesan padaku, karena aku berencana keluar sebentar untuk mengisi bensin sekaligus membeli makanan,” jelasnya.
“Aku ingin makan tabaro dange,” sinar mataku berkilat–kilat saat menyebutkan nama jenis makanan itu.

“Oke,” balas Moha singkat, mengerti maksud tatapanku. Dia sudah meraih gagang pintu. Tak berapa lama sampai pemilik tubuh jangkung itu menghilang dibalik pintu.

Sejam kemudian Moha telah kembali dengan membawa bungkusan plastik berwarna hitam. Dia meletakkan bungkusan itu di atas meja kayu persegi panjang. Aku segera menghampirinya, membuka bungkusan mengatur isinya pada piring. “Kau mau kopi?,” tanyaku, sambil menuangkan gula pasir ke dalam dua gelas kaca. Moha menatapku dari sudut meja kerjanya sembari tersenyum kecil. Aku mendekat ke arahnya, membawa dua gelas kopi dan sepiring tabaro dange. Belum lima menit berdiri, Moha sigap lekas menarik sebuah kursi, lalu diletakkan tepat di samping kursi yang ditempatinya.
“Duduklah, aku ingin menunjukkan sesuatu,” ucapnya lembut, sambil membuka folder pada dekstop komputernya. Aku melihat beberapa gambar rendering desain Ruang Terbuka Hijau yang dibuat olehnya.

“Ini bagus,” kataku, menatap dengan kagum.
“Syukurlah,” Moha mendesah lega, “Bagaimana dengan laporanmu?,” sambungnya lagi.
“Oh itu, hampir selesai, besok aku tinggal membuat salinannya,” sambil memasukkan potongan demi potongan kudapan khas Kota Palu yang terbuat dari sagu berisi gula merah itu ke dalam mulutku. Aku sadar dia mengamatiku makan dengan lahap. Mata kamipun akhirnya beradu ketika aku mulai meneguk kopi hitam yang sudah setengah jalan masuk ketenggorokan, tiba–tiba aku tersedak. Moha lekas mengambilkan tisu, menempelkannya ke sudut bibirku, aku refleks mengambil alih tisu itu, membersihkan sendiri, karena saat itu aku merasa wajahku memanas, meski tidak sepanas seperti kala Acen menggodaku diobrolan.

Keesokan harinya, aku sengaja bangun terlambat. Hari ini libur, waktunya metime. Aku bermalas–malasan, menghempaskan punggung ke sandaran ranjang tidurku yang empuk. Aku teringat pada Moha. Malam itu kami duduk begitu dekat. Aku bisa memperhatikan wajahnya dengan baik. Dia memilki mata cokelat yang indah. Aku senyum–senyum sendiri ketika membayangkan kejadian itu. Moha adalah karyawan baru yang sejak seminggu ini telah bekerja di perusahaan yang sama denganku. Dia memilki kepribadian yang hangat, bertutur kata sopan. Hal itu yang membuatnya begitu mudah menempatkan diri dan bekerjasama dalam tim. Aku merasa kami cocok menjadi rekan kerja. Dia mengagumkan dan kami bisa bertukar pikiran secara live. Ketika memikirkan kalimat terakhir membuatku terbesit pada seseorang yang tidak pernah berkomunikasi secara langsung denganku. Lekas meraih handphone yang semula kuletakkan di atas bufet kecil. Sudah tiga hari ini aku tidak mengaktifkan Messenger. Terlalu sibuk membenamkan diri pada pekerjaan di kantor. Begitu kuaktifkan rentetan bunyi pesan masuk dan pemberitahuan berdenting memenuhi ruang kamarku. Tentu saja dua puluh lima pesan masuk dari Acen. Sementara kubaca satu persatu, tetapi belum selesai membaca, tiba–tiba panggilan masuk tertera di layar. Acen menelponku. Sebelah tanganku terangkat memegang hp, lalu kutempelkan ketelinga.

“Halo Gea, kamu di mana?, mengapa baru aktif sekarang?,” terdengar suara cemas di ujung sana. Acen sangat mengenalku. Dia menyebutkan namaku. Sedikit lega bisa memastikan bahwa aku bukanlah seorang lesbian. Meskipun begitu rasanya masih tidak adil jika hanya aku yang tidak mengetahui siapa sebenarnya Acen Darius. Aku memintanya untuk bertemu. Dia mengiyakan keinginanku, tetapi kami tidak bisa segera bertemu. Acen harus menyelesaikan beberapa urusan pekerjaannya di Samarinda. Dia berjanji awal bulan depan ia akan terbang berkunjung ke Kotaku. Sebagian fakta baru terungkap. Mengenai Acen yang bekerja disalah satu Perusahaan Konsultan terbesar di wilayah Kalimantan Timur, tepatnya di Samarinda Seberang. Entah mengapa ketika Acen menyebutkan kota tempat domisilinya, mendadak membuatku sedih, membuka tabir lama. Luka di masa lalu yang belum sepenuhnya terhapus. Meski kuakui kesedihan itu mulai berkurang, bahkan pernah kulupakan, semenjak aku mengenalnya. Dia yang membuatku bangkit kembali. Setiap obrolan kami, melalui akun Miss Stalker. Dia telah mengajariku untuk ikhlas melepaskan dan tegar menghadapi kenyataan.

September 2017 adalah hari pertemuan yang telah lama kunantikan. Butuh waktu sejam aku berdandan, mengenakan pakaian terbaik. Betapa senangnya aku, karena sore itu aku bertekad untuk mengatakan semuanya. Alasanku membuat akun palsu. Kami sepakat bertemu di salah satu rumah makan khas kaili, yang menu utamanya menyajikan kaledo, sup tulang sapi yang dimasak empuk dengan campuran bumbu seperti asam jawa, cabe rawit dan garam. Sup ini biasanya dimakan bersama dengan ubi rebus. Bukan hanya hidangannya yang memanjakan lidah, tapi juga suasana tradisional yang nyaman melekat erat pada rumah makan ini. Pada bagian atap bangunan ini terbuat dari rumbia dan berbentuk piramida menyerupai Rumah Tambi, Rumah Adat Tradisional Sulawesi Tengah. Aku tiba lebih awal di rumah makan itu, dan memilih meja makan yang dekat dengan jendela besar. Betapa terkejutnya aku setelah pergi sebentar memesan makanan, mendapati sosok pria yang pernah kutemui sebelumnya, telah duduk dibalik meja yang kupilih.

“Kamu orang yang membuat sketsa di Jembatan Kuning itu?,” sambil menunjuk orang yang kumaksud, meskipun tidak sopan.
“Benar itu aku, Gea Indriani.” Aku tidak menyangka dengan apa yang akan kudengar, bahwa dari awal Acen sudah tahu soal Miss Stalker adalah akun palsu yang sengaja kubuat. Acen melanjutkan penjelasannya. Dalam sekejap mata memori setahun yang lalu kembali berputar di hadapan kami.

Malam itu langit berubah gelap, angin berhembus kencang, merontokkan dedaunan pada pohon diiringi rintik hujan yang semakin lama bertambah deras. Aku berlari keluar dari rumah, disusul oleh seorang pria yang berlari mengejarku. Tanpa pikir panjang aku sudah melangkah menuju jalan beraspal. Sebelum sempat menyeberang, terlebih dulu sebuah mobil melaju, makin dekat kearahku. Aku pasrah dengan yang akan terjadi. Tahu–tahu sebuah tangan mendorongku, aku tersungkur jatuh ke sisi jalan. Dari kejauhan samar kulihat seorang pria tergeletak di sana, mulutnya bergerak seperti menyebutkan sebuah nama. Aku tak mendengar apa yang dikatakannya, namun aku tau pria itu memanggil namaku, perlahan. Sementara bercak darah segar yang berceceran mulai hilang oleh guyuran air hujan.

Tak berapa lama akupun kehilangan kesadaran. Air mataku seketika tumpah, jatuh bercucuran, membasahi pipi dan berakhir di pangkuan. Pengemudi mobil itu adalah Acen. Dia telah berusaha menyelamatkan kami, dengan melarikan aku dan pria itu ke rumah sakit terdekat. Namun Tuhan berkehendak lain. Suamiku telah tiada. Setelah peristiwa itu aku memutuskan pulang kerumah orangtuaku di Kota Palu. Rupanya pertemuanku dengan Acen sewaktu itu bukanlah kebetulan. Dia ingin meminta maaf, namun bibirnya beku ketika mendapati sikapku yang tak acuh, meskipun dia sadar aku tak mengenali dirinya. Acen sudah lama mencari tahu tentangku. Dia dihantui oleh rasa bersalah, apalagi setelah dia mendengar kabar bahwa setelah kejadian itu aku mulai tertutup, menjauhkan diri dari pergaulan, dan berhenti dari tempatku bekerja. Sampai ketika Acen menemukan akun yang memposting foto Jembatan Kuning. Dia langsung tahu bahwa Miss Stalker adalah aku. Penjelasan Acen berhenti seiring dengan datangnya pelayan yang menghampiri meja kami, membawakan dua gelas air putih. Aku menghabiskan semangkuk kaledo, meskipun kuah sup telah berubah menjadi dingin. Setelah hari itu kami tidak pernah lagi saling menghubungi. Sebenarnya aku tidak membenci Acen. Terlepas dari semua hal yang telah terjadi. Aku telah jatuh cinta.
Setahun kemudian tanpa sengaja kami bertemu kembali. Di sore hari di tempat yang sama, duduk berdampingan memandangi jembatan dari bawah pohon.

“Mungkin terlambat untuk mengatakan ini, tapi kau harus tahu aku mencintaimu. Apakah kau telah menikah dengan pemilik mata cokelat itu?,” kau pernah berkata dia mengagumkan,” tambahnya.
“Benar, dia memang mengagumkan, tapi sayangnya aku sedang menunggu seseorang datang dari Kalimantan.” Acen tersenyum lebar dan menatapku dengan mata yang berbinar–binar.


















Thursday, 25 April 2019

GHOSTING


Hari ini kami akan mengevaluasi sudah sejauh mana pekerjaan bongkaran yang dilakukan oleh kontraktor. Ini pertama kali bagi kami mengawasi pekerjaan dari BUMN. Seperti biasa saya menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, orang-orang baru dan lingkup pekerjaan yang lebih menantang dari sebelumnya. Dengan mudah saya memperoleh nomor kontak personil kontraktor yang sedang bertugas, khususnya pelaksana bagian arsitektur.

Kami membuat janji bertemu siang itu dilantai 1 terminal. Pria berhidung pesek itu menemani saya dan partnerku berkeliling terminal mengecek apakah pekerjaan dilapangan sudah sesuai dengan kontrak kerja.

Semenjak saat itu Alea sering berkomunikasi dengan pelaksana arsitektur itu. Tentu saja mengenai pekerjaan.

Siang itu mereka kembali bertemu di depan keet yang mencapai bobot 25% untuk progress pekerjaan dan dibangun di area shelter.

“Pak Daril, tolong dilengkapi perabotannya, kursi masih kurang 4 unit, karena personil kami berjumlah 11 orang, oh ia stop kontaknya tolong segera diselesaikan ini pesan dari TL saya pak, terima kasih”

“siap mba !! nanti saya sampaikan ke menejemen dulu”

Sikap pria yang kira-kira berusia 30 an itu sopan, cerdas, dan jelas berpengalaman. Terkadang desakan dari atasan kami, membuat kami juga sangat cerewet kepada kontraktor. Yah imagenya kadang-kadang gak enak konsultan seolah-olah minta, padahal fasilitas tersebut jelas ada dalam kontrak termasuk asuransi kesehatan. Dan sayapun sadar kami memang bisa sangat menyebalkan, hingga pelaksana bagian arsitektur itu tidak membalas pesan dan tidak menjawab panggilan teleponku.

Entah mengapa alea menjadi penasaran dengan pria yang sering berpapasan dengannya di masjid terminal. Pria itu juga kerap menyendiri tidak seperti teman-teman pelaksana yang lain hobby memancing atau mencari tempat untuk me refresh otak. Dia berbeda.

Alea menyadari ada yang perlu diperbaiki dalam hubungan ini. Dia mulai lebih lembut dan mengalah demi kerjasama dan sikap professional. Perubahan sikap itu ternyata disambut baik oleh Pak Daril dan kini mereka sudah seperti teman akrab meskipun sebatas via wa. Mereka saling mengirim video lucu, kata-kata bijak dan tentu saja mereka mulai saling menelpon.

Meskipun realita Pak Daril adalah pria berkarisma, cerdas, dan manis ketika tersenyum. Entah mulai kapan Alea menyadarinya. Pria berhidung pesek itu tidak serta merta membuat Alea yang tertutup, cuek, dingin, cool, dan ceria bertekuk lutut padanya.
Mereka sangat professional dengan pekerjaan mereka.

Proyek ini akan berakhir dalam waktu yang tak lama lagi. Bukankah tidak apa-apa untuk mengikuti permainannya. Pikiran nakal itupun terbesit dalam benaknya. Hal ini terjadi karena kadang-kadang Pak Daril menggodanya dengan berkata, Mba Alea Cantik, Baik Hati lagi. Alea paham itu sudah biasa semua wanita ya cantik, kalau ganteng itu berarti pria.

Alea sadar Pak Daril menyembunyikan sesuatu, awalnya Pak Daril tidak pernah mengakui bahwa ia telah menikah. Kerap kali Alea menjuru kepertanyaan itu, dengan cerdas Pak Daril akan mengalihkan.

Hari ini Alea memposting foto pernikahannya di status wanya. Dan beberapa orang kaget mengetahui bahwa dia telah menikah, termasuk Dia si pria berhidung pesek itu. Ia tidak lagi memanggil Alea dengan kata mba. Pada akhirnya Pak Daril jujur mengenai dirinya yang telah menikah dan memiliki dua orang anak.

Alea merasa ia digunakan sebagai alat balas dendam Pak Daril, tapi Alea juga yakin bahwa pria itu menyimpan rasa padanya. Karena pria itu berterus terang mengenai perselingkuhan istrinya. Meskipun mereka tidak jadi bercerai karena mempertimbangkan kondisi anak-anak mereka. Setelah mengetahui status diri masing-masing ternyata itu tidak mengubah pertemanan Alea dan Pak Daril. Mereka masih sama nge chat tanpa beban, dan saling teleponan hingga berjam-jam.

“Kita tidak tau dengan masa depan, lagipula saya juga tidak tau apakah dia menghubungi pria itu ketika saya tidak bersamanya”

“Saya mengerti mas, mas Daril ingin balas dendam dengan istrinya makanya melakukan hal serupa seperti yang ia lakukan kepada pean, saya sudah lama tau itu, tapi bagi saya senang karena mas daril pendengar yang baik”

Alea tau kebenarannya bahwa itu hanya rasa cemburu seorang suami kepada istrinya. Toh hubungan Pak Daril dengan istrinya baik-baik saja. Ia mengagumi Pak Daril orang yang memiliki wawasan luas, tidak sombong dan mau mengajarinya terkait pelaksanaan pekerjaan dilapangan, dan dia menyukai kesederhanaan pria itu. Pria berhidung pesek itu tidak malu mengakui jika dia mengucapkan kata-kata yang salah, dia akan bertanya dengan lembut, mencoba belajar sesuatu dari wanita yang berusia 8 tahun lebih muda dari usianya. Pria itu suka membicarakan mengenai politik meskipun dia sadar bahwa Alea sangat malas membahas hal itu, mau dipengaruhi seperti apapun wanita yang selalu bicara blak-blakan itu tidak bergeming tetap bersikukuh dengan pilihannya.

Proyek telah memasuki masa pemeliharaan, dan tim yang stanby di lapangan tidak sebanyak seperti biasanya baik dari kontraktor maupun konsultan.

Siang itu mereka berdua menikmati semangkuk mie ayam dan segelas jus jeruk di sebuah rumah makan kecil. Mereka bercerita banyak hal. Ini pertama kalinya Alea mau makan bersama dengan Pak Daril, meskipun sudah sering menolak ajakan pria bertubuh bidang itu. Esok Pak Daril akan pulang untuk cuti dan tidak lagi ke proyek terminal, dia dimutasi ke pekerjaan baru. Alea sadar hari itu adalah hari terakhir mereka bertemu, makanya pada hari itu dia memberanikan diri untuk membayar janjinya untuk makan bersama.


Sejak hari itu dan hingga saat ini mereka tidak lagi saling menghubungi. Bukannya tidak memikirkan pria berhidung pesek itu, saking ia memikirkan dan menjaga perasaan istri dari Pak Daril, dan seharusnya sudah sejak lama dia menarik diri dari masalah rumah tangga oranglain.

Tentu saja kadang-kadang Alea masih ingat ketika mereka saling menyanyi ditelepon hingga mulai menguap. 

Dan daril berkata senang mendengar wanita itu bernyanyi, ia menganggap itu kenangan indah. Namun dengan cueknya Alea membalas. Ia kenangan indah bagi pean. Sebenarnya ia bercanda. Dia selalu menggunakan kata-kata yang menyakiti walau maksud hatinya tidak seperti itu. Dan mungkin juga akibat ia berkata,

“Bapak pulang aja saya biasa aja, hubungan ini sampai proyek berakhir’’ walaupun dia tidak mengatakan itu dengan sungguh-sungguh.

Sepertinya Pak Daril menganggap itu serius. Tapi bersikap seolah biasa-biasa saja. Dan kedua orang itu memiliki karakter yang sama, keras kepala, cuek, dingin, jaim dan tetap mempesona.

Alea masih berpikir biarkan mengalir seperti air, ia belajar dari Pak Daril bagaimana cara bermain aman, jangan pernah baper, jangan sampai sakit hati. Karena manusia akan selalu datang dan pergi. Meski kenangan tidak akan dilupakan.

Dan alea percaya bahwa KITA TIDAK TAU DENGAN MASA DEPAN


Thursday, 14 March 2019

Mengenang 28 September 2018



Bagi kami meski pernah merasakan dinginnya malam, beratapkan langit, dan beralaskan tanah pasca gempa, tsunami, dan likuifaksi yang terjadi pada tanggal 28 September 2018 di beberapa titik lokasi di Sulawesi Tengah, bagaimanapun Sulawesi Tengah tetap menjadi tempat kami untuk hidup.



Saat itu aktivitas di pasar terhenti, toko-toko yang berjualan tutup, air bersih terbatas, listrik padam, antrian bensin di pertamina berderet meliuk-liuk menyerupai jalan di Kebun Kopi. Rumah bukan lagi sebagai tempat berlindung dari gelapnya malam. Orang-orang berlari menjauhi bangunan roboh, ada yang berbondong-bondong mengungsi ke luar daerah Sulawesi Tengah, ada juga yang bertahan dengan sisa baju yang melekat di badan. Isak tangis mengharu biru atas korban bencana gempa, tsunami, dan likuifaksi. Banyak teman, kerabat, dan keluarga yang telah berpulang ke rahmatullah.

“Jika tidak merasakan sakit, kamu tidak akan tau bagaimana rasanya bangkit”

Trauma masih berkepanjangan, namun hidup terus berlanjut. Rasa sakit berangsur-angsur pulih berubah menjadi semangat untuk bangkit.

Bantuan baik dari dalam maupun luar negeri mulai berdatangan. Jasa para relawan yang tanpa mengeluh mendistribusikan bantuan kepada korban bencana alam hingga ke pelosok desa. Bantuan berupa sembako, obat-obatan, pakaian layak pakai, dan tenda-tenda pengungsian.

Seminggu pasca bencana aktivitas jual beli di pasar kembali normal, sebagian toko mulai buka. Petugas PLN bekerja dengan cepat memperbaiki tiang dan gardu listrik, sehingga komunikasi via selular bisa digunakan. Penerangan berangsur membaik, pertamina beroperasi seperti sedia kala. Kegiatan perkuliahan berlangsung di tenda-tenda yang didirikan, begitu pula dengan proses wisuda mahasiswa(i) yang berlangsung khidmat. Anak-anak yang menempuh Sekolah Dasar, bersekolah selama 3 jam dalam sehari. Setelah selesai mata pelajaran diselingi dengan Trauma Healing yaitu kegiatan yang bertujuan memberikan informasi mengenai mitigasi bencana, sekaligus penerapan ilmu psikologi sebagai upaya untuk menghilangkan trauma mereka. Semangat bangkit semakin kuat dengan dibangunnya hunian sementara lengkap dengan sarana MCK bagi masyarakat yang kehilangan tempat tinggal, serta akses jalan secara bertahap mengalami perbaikan.

Tularkan semangat untuk bangkit dimulai dari diri sendiri, lalu sebarkan ke seluruh penduduk Sulawesi Tengah. Bukankah kita merindukan suasana ketika menikmati terik matahari, sambil memancing ikan atau memandangi matahari terbenam sembari meneguk secangkir kopi yang disajikan oleh beberapa warung sederhana yang berjajar di pinggir pantai. Kini kami mulai melakukan kegiatan tersebut. Kami tidak lagi takut berkunjung ke pantai dan kini kami sudah bisa mencicipi jajanan pedagang kaki lima yang menjual kacang rebus dan jagung bakar di sekitar lokasi pantai.

#SulawesiTengahBangkit


Friday, 21 September 2018

No Entri






Rasanya seperti takdir
Pertemuan di sore itu
Merek, warna, dan dering yang sama
Aku bersyukur hp kita tertukar

Alasan tersenyum di pagi hari
Awalnya biasa saja, seperti yang sudah-sudah
Sampai ku tau
Menatap matamu terasa benar

Bersamamu aku menjadi diriku sendiri
mencintai caraku tuk cemburu
memaklumi amarah dan menarikku dalam pelukan
Caramu meredakanku terasa benar

Biarkan semua mengalir seperti seharusnya
Seperti cahaya yang menembus dalam ruang gelap
Dalam restu dan ikatan yang suci
Takdir ini terasa benar


Sunday, 19 August 2018

PESONA PANTAI KUTA DI REFAN'S CAFE KOTA PALU

Hi Guys…Pasti dah tau kan Tempat Wisata yang lagi Hitz di Kota Palu, Refan’s Café salah satunya. Tempat ini identik dengan nuansa Pantai Kuta Bali loh, bagaimana tidak tempat wisata ini hadir dengan penataan perabot seperti meja dan kursi yang diletakkan sedemikian rupa berjajar di pinggir pantai dengan konsep wedding party sehingga menyerupai suasana di Pantai Kuta. Selain itu di Refan’s kalian juga bisa memanfaatkan berbagai macam spot-spot menarik yang ada buat berswa foto bersama teman-teman, keluarga maupun pasangan.







Kebayangkan kalau kamu yang pengen cari tempat untuk melangsungkan pernikahan ala-ala outdoor dengan diiringi musik dari band lokal setempat, Refan’s Café yang terletak di Jl. Teluk Raya (Ujung Kampung Nelayan) ini bisa jadi solusinya.
















Untuk urusan reservasi saran aku sih, meskipun Café ini buka dari pukul 17.00-22.00 WITA kamu harus datang lebih awal ke cafe ini misalnya pukul 17.00 teng udah stay in location, mengapa demikian, soalnya tempat ini saking nge-hitznya kalau kamu datang ba’da magrib gitu untuk tempat duduk di area utama dibibir pantai udah abis di booking orang heheheh, kecuali  kamu emang lebih suka lokasi yang sedikit jauh dari tamparan angin laut tsah…









Oh ya, dari segi makanan menurut aku baik harga maupun menu yang disajikan standar aja, pas dikantong, sedikit banyak hampir sama dengan beberapa café yang berada di sekitar Kampung Nelayan, Kelurahan Tondo, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu yang mana menjadi letak lokasi tempat wisata ini.










Selain lokasi yang strategis, memang yang sangat menonjol dari café yang lounching sejak 04 Maret 2017 ini adalah viewnya yang langsung menghadap ke arah Teluk Palu. Alhasil kalian bisa menyaksikan sunset diantara pegunungan dan air laut. Intinya kalau soal moment romantis bagi yang pengen lamar doi….tempat ini recommended banget. Jadi biar kata gak liburan ke Bali kamu udah dapet feelnya iyakan…

View malam hari










Friday, 23 February 2018

CARA MEMBAYAR TILANG LALU LINTAS

Assalamualaikum War. Wab.

Kali ini saya akan berbagi pengalaman saya seputar pembayaran tilang lalu lintas. Siang itu saya ada keperluan untuk mengantar berkas di BFI FINANCE yang beralamat di Jl. Moh. Hatta. Berhubung saya tidak mengetahui peraturan terbaru bahwa tidak diperbolehkan belok kiri dari arah Jl. Gatot Subroto ke Moh. Hatta, kecuali pada waktu  waktu tertentu seperti pada hari minggu, dikarenakan banyak anak sekolah berlalu  lalang, dikhawatirkan akan terjadi kecelakaan, karena sebelumnya pernah terjadi peristiwa tersebut, menirukan penyampaian dari  Pak Polisi yang menghampiri saya ketika berhenti di lampu merah. Tanda larangan sudah terpampang jelas, tetapi pada waktu itu Saya tidak melihat tanda larangan tersebut, karena fokus mencari rute tercepat untuk sampai ke BFI di Jl. Moh. Hatta.



Maps Location



Kondisi Lalu Lintas di Jl. Gatot Subroto



Alhasil saya mendapat tilang dari polisi lalu lintas yang jabatannya saat itu seorang brigadir dan SIM C saya ditahan, beliau menanyakan identitas diri saya dan menjelaskan pelanggaran apa yang telah saya lakukan, setelah itu  beliau memberikan saya selebaran slip kertas berwarna biru.

Masih sedikit bingung saya mengajukan pertanyaan, "Jadi berapa Pak biaya denda yang harus saya bayarkan?"

"Nanti Ibu akan mendapatkan kiriman sms dari E-tilang mengenai nominal dan no. rekening untuk pembayaran denda tersebut, biasanya pembayaran denda dilakukan di Bank BRI."

"Jadi dendanya saya bayarkan melalui bank, tapi kapan Pak smsnya akan saya terima?" masih penasaran.

"Sms itu akan Ibu terima sebelum tanggal sidang yang tertera pada slip biru itu"

"oh..., sebelum tanggal 23 februari 2018" sambil menatap slip yang di maksud.

Berbekal info dari oknum tadi saya pulang ke rumah dan menanti sms E-tilang yang katanya akan dikirim, ke no. hp saya yang pada saat itu telah dicatat oleh oknum tersebut. 3 hari telah terlewati sejak saya mendapatkan slip tilang biru, belum ada sms dari E-tilang, maka saya berinisiatif mencari studikasus serupa seperti yang saya alami di google ckckck. Karena masih belum yakin dengan artikel yang saya baca kemudian saya menghubungi beberapa teman untuk mendapatkan informasi. Dan menurut teman saya itu alangkah baiknya saya menunggu tanggal sidang, karena pada saat itu saya akan mengetahui berapa nominal denda yang harus saya bayarkan sesuai putusan sidang.

Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba, pada tanggal 23 februari 2018, berdasarkan informasi dari teman saya, saya langsung menuju kantor Kejaksaan Negeri Palu di Jl. Prof. Mohamad Yamin No. 97, LoLu Utara, Palu Selatan. Ternyata cukup banyak juga orang yang mengalami tilang kira-kira berjumlah dua puluhan orang. Menunggu antri giliran di loket pembayaran tilang. Begitu tiba giliran saya, saya langsung menyerahkan slip biru kepada petugas loket pembayaran.


Photo Kejaksaan Negeri Kota Palu



"Bu, nominal denda dan no. rekening britamanya mana?"

"Saya tidak tau pak, kata Bpk Polisinya sebelum tanggal 23 februari saya akan mendapatkan sms E- tilang, tapi ternyata sampai hari ini saya belum menerima sms tersebut, makanya saya langsung kemari untuk mendapatkan penjelasan"

“Oh...begitu, karena tanggal sidang ibu hari ini, bagaimana kalau ibu langsung aja ke Pengadilan Negeri Palu di Jl. Dr. Sam Ratulangi No.46, Besusu Barat, nanti disana terdapat papan pengumuman orang  orang yang kena tilang, kalau ada nama ibu catat no. rec. dan nominal denda yang harus dibayarkan, kalau belum tertera di papan pengumuman, maka ibu langsung ke Polres Kota Palu, kalau seandainya nama ibu ada di papan pengumuman itu, maka ibu langsung ke Bank BRI untuk membayar denda tilang, nanti ibu akan mendapat bukti setoran tunai/pembayaran slip berwarna kuning, setelah itu ibu kembali ke Kejaksaan Negeri ini untuk mengambil sim c ibu, dengan membawa slip tilang biru dan bukti setoran tunai tadi"

"Ia pak, terima kasih atas penjelasannya"

Begitu saya menuju ke arah parkir ada seorang Ibu dan Bpk yang tidak saya kenal tapi juga mengalami hal serupa menghampiri saya.

"Ibu kena tilang dimana?"

"Di Jl. Gatot Subroto, depan sekolah SMP 1”

"Sama berarti Bu, Kami juga kena tilang disitu, tapi langsung ke Polresta Palu di Jl. Pemuda No. 18  saja, gak usah ke Pengadilan Negeri lagi no. britamanya tidak ada disana"

"Ia Bu, Pak, terima kasih atas informasinya, tetapi saya coba datang ke Pengadilan Negeri saja dulu, soalnya tanggal sidang saya hari ini"

Bukannya saya tidak percaya dengan apa yang mereka katakan, tetapi feeling saya berkata alangkah baiknya saya tetap mengecek ke Pengadilan Negeri Palu, karena saya juga penasaran bagaimana akhir cerita pembayaran denda tilang hingga saya bisa mendapatkan sim saya kembali. Berhubung ini kali pertama saya alami.

Meskipun disambut hujan saya tetap semangat menuju kantor Pengadilan Negeri.


Pengadilan Negeri Palu di Jl. Dr. Sam Ratulangi No.46, Besusu Barat
Sesampainya di sana saya melihat papan pengumuman yang letaknya di bawah pohon beringin besar. Dan beruntungnya nama saya ada di papan pengumuman tersebut.


Setelah saya mengambil dokumentasi no. rec. dan nominal denda yang harus dibayarkan, saya kemudian membayar denda tersebut di Bank BRI yang berlokasi di Jl. Kiyai Haji Ahmad Dahlan, merupakan cabang Bank BRI yang ditunjuk sesuai wiayah saat ditilang.



Sambil berdiri menunggu antrian, saya disapa oleh seorang Ibu yang kebetulan juga akan membayar denda.

"Mba, disuruh bayar berapa untuk denda tilang?

"Rp. 50.000" jawabku seadanya.

"Ko murah ya, saya disuruh bayar Rp. 250.000 oleh Bpk yang bernama (sembari menyebutkan nama oknum yang dimaksud)."

"Memangnya Ibu sidangnya tanggal berapa?"

"Hari ini"

"Ibu, sudah ke kantor Pengadilan Negeri Kota Palu di Jl. Sam Ratulangi ? dan melihat papan pengumuman ?"

"Sudah Mba, disitu saya lihat no. rec. dan jumlah dendanya Rp. 49.000 + biaya administrasi Rp. 1000"

"Terus, kenapa ibu bayar Rp. 250.000?" tambahku lagi.

“Maaf sebelumnya bu, menurut saya kalau sudah ada nama dan nominal denda di papan pengumuman itu ibu tidak perlu ke Polres, kan sudah ada putusan sidang, jadi ibu tinggal membayar sesuai putusan sidang, dan menurut keterangan petugas di Kejaksaan Negeri juga seperti itu"

"Oh...begitu, tapi ada juga ibu-ibu lain yang juga mengambil no. rekeningnya di Polres"

"Mungkin mereka bukan sidang hari ini, tapi saya kurang tahu juga, seharusnya mau diambil di polres ataupun dipengadilan baik no. rekening maupun nominal harusnya sama sesuai putusan sidang, apalagi nama ibu juga jelas ada dipengumuman itu"

"Itulah mba saya juga heran saya bilang begitu ke Bpk oknum itu, tapi tetap dikasi catatan ini (kembali menunjuk benda yang dimaksud)."

Karena sudah terlanjur ikut antri dan hampir setengah jam menunggu giliran ibu itu pasrah menyerahkan catatan yang dipegangnya kepada teller. Setelah ibu itu membayar, tiba giliran saya.

Saya menyerahkan uang sejumlah Rp. 50.000 kepada teller, dengan rincian Rp. 49.000 adalah denda sesuai putusan sidang dan Rp. 1000 untuk biaya administrasi. Lalu teller tersebut memberikan slip berwarna kuning sebagai bukti pembayaran.


Bank BRI di Jl. Kiyai Haji Ahmad Dahlan


Setelah itu saya kembali ke kantor kejaksaan untuk mengambil sim C Saya. Di area parkir kantor kejaksaan saya kembali bertemu dengan ibu yang sempat mengobrol dengan saya di bank BRI tadi.

"Jadi bagaimana Bu, ibu bayar berapa?"

"Sesuai catatan tadi Rp. 250.000, mba bayar Rp. 50.000 ?"

Saya mengangguk, mengiyakan.

"Saya ini jauh Mba dari kawatuna, supaya masalahnya cepat kelar, eh malah seperti ini sudah hujan  hujan kesana kemari, minggu depan masih harus kembali lagi kesini"

"Loh kenapa Bu, bukannya STNKnya sudah diambil?"

"Ia Mba, tapi sisa uangnya baru bisa diambil tanggal 7 maret 2018 dan sebelum mengambil sisa uang itu di BANK BRI, terlebih dahulu saya harus ke Kejaksaan Negeri lagi untuk mengurus surat pengantar. Oalah rempongnya, tapi ya...sudahlah, mungkin ini ujian bagi saya jika ada hal-hal yang berjalan tidak semestinya, yang sengaja diperbuat oleh Oknum tersebut tanpa saya ketahui, biarkan Allah yang membalas, saya ambil hikmahnya saja”

"Yang sabar Bu" gumamku, ibu ini baik sekali, kalau saya diposisi ibu tersebut mungkin saya sudah ngamuk-ngamuk.


Mungkin ini bukan kejadian pertama yang pernah terjadi, mungkin masih banyak masyarakat lain yang belum tau bagaimana prosedur pembayaran tilang. Oleh karena itu semoga saja Polantas, Humas Lantas atau siapapun oknum atau aparat yang bertanggung jawab di bidang lalu lintas diharapkan agar memberikan himbauan, sosialisasi kepada masyarakat terkait cara pembayaran tilang, penjelasan mengenai pasal yang dilanggar, dimana tempat untuk pembayaran tilang, dan bagaimana alur proses pengambilan barang sebagai bukti yang ditahan. Pokoknya semua hal yang terkait dengan tilang tersebut segamlang mungkin dijelaskan kepada masyarakat atau orang yang kena tilang.

Jika komunikasi atau informasi ini dapat terserap dan dipahami dengan baik oleh masyarakat, niscaya akan berkurang pula orang yang dirugikan, meminimalisir jumlah masyarakat yang kena tilang, meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai peraturan lalu lintas dan tentu saja citra kepolisian akan semakin baik di mata masyarakat Kota Palu.

Wasallamualaikum War. Wab.

Thursday, 4 May 2017

PILIH BIAYA BPJS atau MANDIRI



 RS. ANUTAPURA PALU

Palu, Arthur08.blogspot.com Pasien lagi – lagi keluhkan pelayanan Rumah Sakit Umum (RSU) Autapura Palu, Pasalnya, malam itu sekitar  pukul 21.15 setelah bekerja memperbaiki mobil pick up yang ditangani sejak sore hari, alhasil mobil itu belum tuntas, namun kondisi teknisi yang memperbaiki sudah lelah, berkeringat dingin, dan pucat.


Tak berapa lama Istrinya datang mendegar panggilan dari garasi rumah, dibopongnya perlahan laki – laki tua itu, masuk ke dalam rumah dan lelaki tua yang berusia kira – kira 50 tahun keatas itu dibaringkan di ruang keluarga. Hingga pukul 00.45, kondisi lelaki itu semakin memburuk.
“semua kelihatan gelap” bisiknya pada istrinya yang sedari tadi duduk disisinya.
Dan mereka sepakat membawa lelaki itu ke. RS terdekat dari lokasi tempat tinggal mereka.
Penanganannya lumayan cepat, hasil tes dari dokter shift malam menunjukkan bahwa pasien mengalami gejala serangan jantung. Tetapi pada malam itu pasien ditempatkan diruang IGD, belum bisa dipindah ke ruangan ICCU unit ruangan khusus untuk perawatan intensif penyakit jantung, karena stok kamar belum ada yang kosong alias FULL. Dokter lelaki itu menambahkan kalau sampai besok pagi belum ada ruangan kosong akan dirujuk ke RS Undata.

“sampai pagi itu jam berapa dok?” tanya anak dari lelaki tua itu
“mungkin jam 10-11 pagi’
“oh…sudah siang itu dok”
Anak itu berlalu pergi meninggalkan bagian informasi, berjalan cepat memasuki ruang Instalasi Gawat Darurat.
Hari pertama di ruang IGD dilakukan cek tensi darah pasien rendah 90/60, umumnya jika normal untuk orang dewasa sehat 120/80 mm Hg.
“Bapak serangan jantung, tapi tekanan darahnya kok rendah?”
“dari dulu sus, tiap cek tekanan darah memang rendah walaupun saya dalam kondisi sehatpun, paling tinggi 100/70 mm Hg”
“oh..begitu pak, memang untuk beberapa kasus ada yang seperti itu”
“mungkin baru gejala saja sus, karena saya sudah menderita maag akut dan ulu hati saya sakit”
“biasanya berawal dari penyakit maag karena kronis memicu pada jantung, sebaiknya kurangi rokok dan mengkonsumsi kopi yang mengandung cafein”
“kalau serangan jantung pasti nafas saya tersengal – sengal sus, saya hanya kecapean, perlu istirahat”
“ia pak, nanti saya sampaikan pada dokter” suster itupun pergi setelah memperbaiki letak selang infus dan O2

Hingga malam hari belum nampak kabar ruang Intensif Coronary Care Unit tersedia. Malah kabar barunya seorang mantri laki – laki yang berseragam hijau ngotot untuk memasang kateter.
Setelah berdalih panjang lebar mengenai fungsi kateter yang menurut mantri wajib digunakan. Pasien tetap tidak mau dipasang untuk sementara waktu. Ia meminta kepada dokter untuk diberikan waktu sekitar 2 jam untuk mempertimbangkan saran dari mereka, karena menurut lelaki yang didiagnosa mengalami serangan jantung, kateter dipasang ketika orang sudah tidak mampu bergerak, sedikitnya tidak bisa ke  WC/KM sendiri, tapi ternyata kondisi pasien masih mampu melakukan segala aktifitas tersebut.

Merasa saran kurang direspon dari pasien, si mantri membuat catatan pada daftar laporannya bahwa pasien menolak perlakuan dari staff rs untuk dipasang kateter dan pasien diminta menandatangani berita acara atau catatan dari si mantri dengan maksud mereka tidak bertanggung jawab atas resiko jika terjadi sesuatu. Berhubung pasien yang telah tertidur lelap, maka catatan tersebut diwakilkan oleh anak pasien.
Tidak sampai disitu usaha sang mantri yang telah mengalami penolakan hehehehe….



KATETER

Hari ke dua pasien dipasangi alat syringe pump yang berfungsi memberikan cairan atau obat ke dalam tubuh pasien dalam jangka waktu tertentu secara teratur menggunakan motor DC/ tenaga pendorong sistem elektronik. Pemasangan alat tersebut sedikit merepotkan tiap kali menuju kamar mandi, karena tiang infus 3 roda tempat melekat alat itu juga menemani.

SYRINGE PUMP

‘saya minta pispot saja sus”
pispot untuk pria habis pak”
“hedeh…..bagaimana mungkin di RS sebesar ini kekurangan pispot” gerutu pasien


PISPOT PRIA

Untung saja dengan sabar sang istri mengantar suaminya ke kamar mandi tiap kali ingin buang air.
Kembali anak pasien datang ke bagian informasi menanyakan ruang ICCU. Akhirnya anak itu cukup senang mendapat kabar dari dokter jaga siang bahwa tersedia sebuah ruangan di RS. Undata. Hingga pukul 4 sore pasien belum juga dipindahkan ke rs tersebut. Setelah magrib ada keluarga datang  membesuk.

“tidak sakit jantung kenapa mau pindah ke ICCU jantung”
“kata dokter yang pertama kali memeriksa ada pembuluh darah yang tersumbat, untuk memastikan harus pindah ke ruangan ICCU”
“Kau itu kecapean lantaran bekerja tidak brenti – brenti” dengan logat arab- kailinya
“ikuti saja dulu saran mereka”
“jadi kapan mo pindah ke ruang ICCU”
“disini kosong, jadi dirujuk ke Undata, tapi sejak sore belum ada kepastian lagi, cairan infus dan cairan pump aja yang ditambah”
“masak nda ada ruang kosong”
“katanya…begitu, sampai esok hari tidak ada pulang ke rumah saja, saya hanya perlu istirahat”
“saya curiga ini permainannya dorang lagi, so ada stau yang booking itu ruang” merasa ganjil pria bertubuh tinggi besar itu mengajak anak pasien itu ke ruang ICCU jantung bangunan lama lantai 1. Setibanya ditempat itu mereka menemukan sebuah ruang kosong lengkap dengan peralatan rekam jantung.
 
EKG (ELEKTROKARDIOGRAF) / REKAM JANTUNG


Anak pasien itu mulai emosi menyadari kebohongan dari pihak rs. Sebelum sempat membeludak, sang ibu memintanya untuk membeli makan malam. Beliau berkata ayahnya sudah merasa lapar. Sekitar 30 menit kemudian anak pasien itu datang membawa bungkusan plastik.
Beberapa staf evakuator mulai berbenah memindahkan pasien ke atas ranjang dorong untuk dibawa masuk ke dalam ambulance.

Anak pasien itupun lekas merapikan barang – barang di ruang IGD, lalu menyelesaikan urusan administrasi pada bagian kasir IGD, sementara pasien dan istrinya telah melaju dengan mobll ambulance  menuju RS. UNDATA. Selesai melakukan pembayaran biaya selama di rs. Umum anutapura itu, ia menuju area parkir motor. Mengambil motor dan segera menyusul ke rs tempat pasien dirujuk.
Punggung memikul tas ransel yang penuh pakaian, lengan menggantung tas tangan yang berisi makanan, dan sejak tadi perut mengeluarkan bunyi- bunyi aneh (pertanda lapar), tapi tetap fokus mengendarai sepeda motor agar sampai dengan selamat, malam itu pukul 21.30.

Tiba di rs. Undata anak itu menuju bagian informasi dan cukup kaget mendengar kabar bahwa pasien serangan jantung tidak jadi dirujuk ke ruang ICCU di rs undata karena ruangan kosong telah terisi oleh pasien lain.

Anak pasien itu sudah lelah dengan keganjilan yang mereka hadapi dan harus kembali lagi ke RS Anutapura, sesampainya di entrance area IGD ia mendapati mobil ambulance yang parkir di carport depan pintu masuk utama. Tak peduli menabrak salah satu personil tim evakuator. Terus melangkah makin cepat melewati bagian informasi menatap para mantri dengan mata berapi – api. 

Kembali keruangan IGD, orangtua anak itu berusaha menenangkannya, hingga mantri yang berbeda dari hari pertama datang ke ruangan itu. Lelaki berseragam hijau itu memanggilnya.
Dengan suara lantang anak itu berkata, “kenapa saya kesitu, kamu yang kemari” masih dengan emosi yang menggebu – gebu.

“coba ibu ikut saya dulu untuk menjelaskan situasi ini”
“pelayanan macam apa ini bisa – bisanya salah informasi ruangan yang semula ada sekarang tidak ada, apa masuk akal 2 staf rs yang dari sore tadi hingga malam hari masih  salah konfirmasi, padahal kami bayar tunai, apalagi kalau bpjs lebih parah lagi tuh pelayanannya.
Seorang satpol pp rs menyusul, mencari sumber keributan…, anak pasien itu tidak peduli tangannya mengepal keras.
“ruangan kosong itu semua bohong, sy sudah cek di ruangan ICCU yang ada disini dan masih ada ruangan kosong”
“dimana ibu ruang itu?” dengan tampang mulai panik
“ICCU di bangunan lama lantai 1, saya tidak takut bawa saja kasus ini ke kantor polisi”
“kami tidak terima kalau dipermainkan seperti ini” tambah pasien yang duduk diatas ranjangnya.
“maaf pak, bu….biaya administrasi yang telah dibayarkan kami kembalikan, ini kesalahan kami karena mis komunikasi”
“pokoknya besok pulang saja, untuk apa dirs ini”
“sudah nak, sudah….” Pasien itu masih bersabar.

Keesokan harinya pasien akhirnya dipindahkan ke ruang ICCU jantung di bangunan lama lantai 1. Meskipun dokter masih belum mengizinkan pasien untuk pulang tetapi pasien bersikeras untuk pulang karena berdasarkan hasil ekg (elektrokardiograf)menujukkan kondisi jantung pasien normal , murni akibat kecapean kerja dan penyakit maag akut. Akhirnya dokter mengizinkan pasien pulang setelah 2 hari dirawat di ruang ICCU dengan syarat dokter tetap meresepkan beberapa list obat jantung untuk dikonsumsi beserta obat lainnya.

Demikian penuturan pasien biaya mandiri atas pelayanan yang mereka terima selama dirawat di rs. Anutapura, kepada Arthur08blogspot, Rabu (3/5)

Dan masih banyak keluhan masyarakat terkait dengan pelayanan rs tersebut diatas.
Sebagai editor kami menyampaikan bahwa masyarakat kota palu selalu berharap para perawat dan seluruh staff RS anutapura banyak melakukan introspeksi diri terhadap pelayanan mereka, berubah menjadi lebih baik meskipun untuk melayani pasien BPJS Kesehatan dan Kartu Indonesia Sehat yang memiliki beberapa tipe kelas misalnya dari A sampai E tentunya tiap kelas tersebut memiliki perbedaan dalam hal kelengkapan fasilitas dan pelayanan, tetapi dengan memberikan pelayanan yang baik, bagaimana tidak hak – hak pasien adalah sama. Baik BPJS maupun biaya mandiri. 

Jadi pilih yang mana?